Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perang Monopoli Informasi Tsunami Anyer

1 Januari 2019   21:48 Diperbarui: 2 Januari 2019   13:11 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Confusion - Ilustrasi: foodinsight.org

Sedang Kumparan melalui laporan jurnalisnya yang kebetulan berada di Anyer. Jurnalis Kumparan sempat melihat air surut sebelum tsunami terjadi. Dan setelah tsunami menghantam pantai Anyer dan sekitar. Dengan segera informasi ini dirilis melalui portal berita Kumparan.

Publik tidak percaya begitu saja. Karena toh model judul berita dalam jurnalisme digital saat ini bernuansa tabloidisasi. Dengan kata lain, judul berita lebih cenderung clickbait atau mengundang klik. Saya pribadi pun sempat menyangka apa yang diberitakan Kumparan sebagai hoaks.

Kumparan sebagai portal berita investigatif memang laik memberikan informasi aktual. Apalagi di era jurnalisme digital yang pesat dan kompetitif ini. Menjadi nomor satu dalam hasil penelusuran Google dan PageRank sosial media menjadi tujuan. Salah satunya, memberikan judul sensasional bermodel tabloidisasi.

Confusion - Ilustrasi: foodinsight.org
Confusion - Ilustrasi: foodinsight.org
Tabloidisasi adalah terma yang digunakan jurnalis abad ke-18 di Inggris. Tabloidisasi umumnya ber-headline sensasional guna menarik perhatian pembaca. Kombinasi pemberitaan aktual dengan mode tabloid kini sering dijumpai di dunia digital. Tujuan utamanya tentu menarik klik dan share pembaca. Walau diakui, tidak selamanya judul sensasional berbanding timpang dengan isinya.

Namun mindset warganet sudah begitu jenuh pada judul berita sensasional ini. sedang pihak media massa digital menginginkan beritanya aktual, trending, dan banyak visit. Dan bagi mereka yang melek dunia literasi digital, tak jarang enggan mengunjungi berita macam tadi. Tak jarang juga cukup sekilas membaca judul berita langsung dilabeli hoaks.

Sampai pihak BMKG merevisi dan meminta maaf atas misinformasi tsunami Anyer pun. Mungkin saya atau banyak orang yang merasakan konflik kepercayaan. Saat model berita clickbait memenuhi linimasa kita. Kini institusi dan persona kredibel pun terpleset ke dalam distribusi misinformasi yang cukup berbahaya.

Publik merasa dibohongi Sutopo dan BMKG. Dan di saat bersamaan, prasangka buruk pribadi pada Kumparan enggan diungkap. Karena misinformasi peristiwa macam tsunami ini tentu tidak boleh dimaklumi atau dianggap sepele. Selain merusak secara fisik, korban jiwa pun tentu berjatuhan.

Miskomunikasi yang Berbahaya

Patut diakui, kesalahan mengabarkan peristiwa tsunami Anyer ini bisa fatal dampaknya. Perspektif jurnalisme yang diwakili Kumparan tidak sejalan dengan kepakaran BMKG dan Sutopo. Dan yang baru saja terjadi kemarin adalah kedua belah pihak merasa memiliki kuasa atas informasi tersebut.

BMKG melalui Sutopo, berhak mendistribusi berita tentang kebencanaan. Sedang Kumparan merasa peristiwa tsunami Anyer tentu bersifat newsworthy. Saling mendahului dalam mengabarkan dianggap wajar dalam distribusi informasi dunia digital. Apalagi ketika kedua pihak dianggap kredibel.

Namun bukankah ada baiknya kedua pihak ini saling berkoordinasi dalam peristiwa tsunami Anyer. Saya pribadi tidak tahu secara riil apakah Kumparan sudah mengkonfirmasi ke BMKG sebelum mengabarkan tsunami Anyer. Bisa jadi karena anggapan jurnalis sekadar mengabarkan dan bukan ahlinya. Laporan yang masuk bisa jadi dinafikan.

Sedang BMKG (dan Sutopo) mungkin tidak ada personil di lapangan saat tsunami Anyer terjadi. Tweet Sutopo pun menampilkan video yang diduga air pasang di sebuah pelataran hotel di Anyer. Sehingga belum tentu saksi mata ini faham atau mengerti mengenai jenis, gejala dan efek, tsunami. Tetapi Sutopo via kicauannya segera silap mengabarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun