Sebelumnya, tulus saya haturkan duka cita mendalam kepada 600 lebih korban tsunami Anyer beberapa minggu lalu. Semoga keluarga korban yang ditinggalkan diberi ketabahan dan keikhlasan. Dan wilayah terdampak dapat pulih dan bangkit seperti sediakala.
Ada yang menarik dari peristiwa tsunami Anyer ini. Pihak seperti BMKG 'kepleset' dalam memberikan kabar terkini tsunami Anyer. Sedang Kumparan yang terdahulu mengabarkan, gegap gempita dilabeli sebagai penyebar hoaks oleh warganet. Sedang yang terjadi adalah Kumparan benar dan BMKG cenderung salah mengabarkan.
Peristiwa tsunami seperti di Anyer beberapa waktu lalu tentu berbahaya. Karena peristiwa ini memakan dan mengancam korban jiwa. Apalagi distribusi informasi yang salah dan cenderung tidak berbasis fakta seperti tsunami Anyer ini memiliki potensi membahayakan. Pihak kredibel seperti BMKG dan Kumparan pun terjebak dalam perang informasi.
Kumparan-lah yang memberitakan kebenaran tsunam Anyer lebih dulu pada dini hari (23/12/2018). Namun netizen terbelah saat pemberitaan ini dirilis. Apalagi saat hampir bersamaan. Sutopo Purwo Nugroho sebagai Kepala Pusat data dan Humas BNPB mengkounter isu tsunami di Anyer.Â
Beliau hanya berkata apa yang terjadi di Anyer adalah gelombang tinggi. Warganet otomatis percaya sekaligus terbelah.Â
Rekam jejak Sutopo yang kredibel dan faktual menjadi referensi real-time warganet. Informasi kebencanaan selalu dirilis via akun Twitter beliau. Sedang Kumparan sebagai portal berita arus utama pun sering dijadikan referensi informasi publik.
Namun kini, publik tetap merasa kebingungan dengan perang informasi yang telah terjadi. Apakah dampak yang terjadi dari perang informasi yang telah terjadi. Dua pihak, baik Sutopo (dan BMKG) dan Kumparan adalah persona yang kredibel di dunia maya.
Kuasa Informasi di Tangan Beberapa
Informasi di era Technopoly menurut Postman (1993) dimonopoli beberapa elit. Informasi yang didistribusikan via medium teknologi pun terbatas. Tak jarang, informasi yang ada sekadar akses pada pengetahuan sebenarnya. Seperti akses Jurnal Ilmiah populer yang meminta kita untuk berlangganan.
Yang terjadi pun demikian dengan BMKG vice versa Sutopo dalam mengabarkan tsunami Anyer. Baik akun BMKG dan Sutopo sudah terverifikasi Twitter. Dua akun ini memiliki kekhasan ranah informasi. Antara lain mitigasi kebencanaan, penangangannya, dan laporan pandangan mata.
Publik berasumsi informasi kedua akun adalah kredibel. Secara implisit terjadi penguasaan informasi. Namun 'monopoli' seperti peristiwa kebencanaan ini penting di era misinformasi. Sampai sebelum peristiwa tsunami Anyer, mungkin publik memiliki kepercayaan tinggi.