Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Membongkar Mitos Dunia Digital, "Searching is Researching"

21 Desember 2018   23:00 Diperbarui: 22 Desember 2018   01:09 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Google Search Photo oleh Caio Resende - Photo: pexels.com

"There are things we do not know, we don't know." Donald Rumsfeld (US Secretary of Defense 2001-2006)

Dalam buku Tara Brabazon (2013) berjudul Digital Dieting: From Information Obesity to Intellectual Fitness terselip asumsi dunia digital yang umum kita fahami. Ada 10 asumsi yang mungkin Anda atau saya anggap relatif benar. Asumsi atau mitos dunia digital yang saya kira masih banyak diyakini.

Dan salah satunya yang saya bahas di artikel ini menyoal 'searching is researching'. Dengan kata lain, apakah benar mitos dunia digital bahwa menelusur serupa dengan meneliti?

Banyak orang, termasuk saya, menganggap dengan mengetik keywords di Google. Lalu muncul sebuah informasi dari suatu blog atau situs. Maka dengan sigap kita mempharasfrase sampai tak jarang mengkopas bulat-bulat. Dan ini adalah kegiatan meriset suatu isu, tugas, atau karya ilmiah.

Banyak orang mungkin mengerjakan tugas diawali dengan mencari tautan di Wikipedia. Karena Wikipedia tidak dianjurkan menjadi referensi primer. Maka diklik link-link sumber di bagian bawah artikel. Dari sini akan didapat informasi yang dianggap 'bermutu' dan layak dijadikan referensi.

Namun, jika menilik terma riset (research) itu sendiri. Sudahkah kita baik dan benar dalam meriset informasi yang kita kunjungi tadi? Informasi yang ada dan didapat baiknya ditelaah lebih lanjut.

Apakah penulisnya benar mendalami ilmu tersebut? Apakah ada afiliasi institusi dari situs yang dikunjungi? Sampai adakah implikasi politis dari informasi yang didapat?

Brabazon dalam bukunya menyatakan bahwa Google akan selalu membuat penelusur (searcher) nyaman. Salah satunya dengan menyajikan apa yang sudah diketahui penelusur dalam bahasa yang sederhana. Sedang istilah rumit, pengarang spesifik, dan riset yang mendetail atas suatu ranah ilmu jarang tersaji.

Ditambah lagi pola filter bubble di mesin peramban bisa berpengaruh. Dua orang yang mencari terma 'hiper realitas' bisa jadi memunculkan hasil laman pertama yang berbeda. Hasil pencarian ini umumnya dipengaruhi jejak digital, lokasi, umur, sampai preferensi belanja dan politis.

Ditambah, pada laman pertama Google akan muncul snippets atau gambaran kecil definisi terma oleh Wikipedia. Karena Wikipedia tetap menjadi crowdsource ilmu yang cukup besar di internet. Walau kini banyak yang meragukan kredibilitasnya karena konten bisa diedit oleh orang yang kadang dianggap tidak kompeten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun