"There are things we do not know, we don't know." Donald Rumsfeld (US Secretary of Defense 2001-2006)
Dalam buku Tara Brabazon (2013) berjudul Digital Dieting: From Information Obesity to Intellectual Fitness terselip asumsi dunia digital yang umum kita fahami. Ada 10 asumsi yang mungkin Anda atau saya anggap relatif benar. Asumsi atau mitos dunia digital yang saya kira masih banyak diyakini.
Dan salah satunya yang saya bahas di artikel ini menyoal 'searching is researching'. Dengan kata lain, apakah benar mitos dunia digital bahwa menelusur serupa dengan meneliti?
Banyak orang, termasuk saya, menganggap dengan mengetik keywords di Google. Lalu muncul sebuah informasi dari suatu blog atau situs. Maka dengan sigap kita mempharasfrase sampai tak jarang mengkopas bulat-bulat. Dan ini adalah kegiatan meriset suatu isu, tugas, atau karya ilmiah.
Banyak orang mungkin mengerjakan tugas diawali dengan mencari tautan di Wikipedia. Karena Wikipedia tidak dianjurkan menjadi referensi primer. Maka diklik link-link sumber di bagian bawah artikel. Dari sini akan didapat informasi yang dianggap 'bermutu' dan layak dijadikan referensi.
Namun, jika menilik terma riset (research) itu sendiri. Sudahkah kita baik dan benar dalam meriset informasi yang kita kunjungi tadi? Informasi yang ada dan didapat baiknya ditelaah lebih lanjut.
Apakah penulisnya benar mendalami ilmu tersebut? Apakah ada afiliasi institusi dari situs yang dikunjungi? Sampai adakah implikasi politis dari informasi yang didapat?
Brabazon dalam bukunya menyatakan bahwa Google akan selalu membuat penelusur (searcher) nyaman. Salah satunya dengan menyajikan apa yang sudah diketahui penelusur dalam bahasa yang sederhana. Sedang istilah rumit, pengarang spesifik, dan riset yang mendetail atas suatu ranah ilmu jarang tersaji.
Ditambah lagi pola filter bubble di mesin peramban bisa berpengaruh. Dua orang yang mencari terma 'hiper realitas' bisa jadi memunculkan hasil laman pertama yang berbeda. Hasil pencarian ini umumnya dipengaruhi jejak digital, lokasi, umur, sampai preferensi belanja dan politis.
Ditambah, pada laman pertama Google akan muncul snippets atau gambaran kecil definisi terma oleh Wikipedia. Karena Wikipedia tetap menjadi crowdsource ilmu yang cukup besar di internet. Walau kini banyak yang meragukan kredibilitasnya karena konten bisa diedit oleh orang yang kadang dianggap tidak kompeten.
Menelusur via portal jurnal ternama memang menjadi solusi. Namun tidak semua orang bisa dan mau membayar biaya berlangganan. Apalagi mereka yang tidak berada dalam lingkungan akademis atau birokrasi pemerintahan. Tautan Google di laman pertama biasanya menjadi referensi riset.
Namun buat saya pribadi, menelusur dalam portal jurnal terkenal pun membutuhkan skill. Skill literasi informasi dan pemahaman keywords juga menjadi syarat sebuah pencarian hasilnya bisa relevan dan memuaskan. Karena kadang informasi pada mesin khusus ini relevan, tapi tidak memuaskan.
Sehingga, dari mitos dunia digital bahwa searching is researching bisa ditarik kesimpulan berikut:
- Tidak selamanya menelusur adalah tindakan meneliti. Karena tidak semua informasi adalah ilmu pengetahuan di dunia digital.
- Namun, di dunia digital meneliti/meriset kini dimulai dengan menelusur. Baiknya, menelusur ilmu yang spesifik dan relevan lebih baik pada portal khusus.Â
Gunakan langkah-langkah digital dieting yang dapat membuat sebuah informasi laik dan baik sebagai bahan referensi. Karena tentu kita tidak ingin hasil riset kita berisi informasi yang salah atau tidak berguna.
Salam,
Solo, 21 Desember 2018
11:00 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H