Hati sempat berdegup cepat saat pembacaan pemenang kategori Best Specific Interest. Dan ternyata, yang memenangi kategori ini pak dokter Posma dari Palembang. Namun apresiasi tetap saya tujukan untuk beliau karena layak untuk mendapatkan penghargaan kategori ini.
Entah mengapa, saya ingin tahu semua kategori pemenang Kompasiana Award 2018 malam tadi. Mba Wahyu Sapta menyabet gelar pada Best in Fiction. Pak Ukik pun menghelat dua juara sekaligus, Best in Citizen Journalism dan People Choice. Kompasianer panutan saya, bung Krishna Pabhicara dianugerahi Best in Opinion. Dan penghargaan khusus Lifetime Achievement diberikan kepada kang Pepih Nugraha.
Sampai pada award akhir, yaitu Kompasianer of The Year 2018 saya sempat berniat ingin pulang. Tetapi tetiba nama dan foto saya dimunculkan di panggung. Seperti mimpi dan surreal, saya maju dan memberi sedikit kesan saya yang waktu itu bingung ingin berkata apa.
Matur suwun Kompasiana, sekaligus admin, Kompasianer dan para pembaca. Jujur saya masih merasa tidak percaya saya diberi penghargaan ini. Karena saya masih merasa kalah pintar dan mumpuni dalam menulis.
Bidang literasi digital yang saya geluti pun hanya sebatas kulit ari yang saya bahas dan tulis. Bahkan banyak Kompasianer lain yang saya anggap panutan dan mumpuni bidang ilmu dan interest-nya.
Penghargaan memang adalah apresiasi dalam bentuk konvensi bersama. Sehingga ke depan, jika karya yang saya buat mengecewakan konvensi apresiasi ini. Mungkin saya pribadi akan merasa sungkan sendiri.Â
Karena konon katanya ada mitos di Kompasiana. Kompasianer of the Year akan 'mundur perlahan'. Walau hal ini mungkin tidak ada parameter empiris. Patut kiranya Kompasianer lain menegur atau mengkritisi saya jika terjadi hal demikian.
Dan dapat datang ke Kompasianival 2018 juga sebenarnya kemenangan untuk saya. Karena baru tahun ini saya bisa datang dan bertemu langsung Kompasianer lain. Dan saya pribadi merasa menang karena bisa bertemu langsung dan menambah pertemanan Kompasianer lain.
Salut saya haturkan kepada ibu Nursini Rais. Kompasianer yang jauh-jauh datang dari Jambi ke Kompasianival. Walau beliau belum lama bergabung Kompasiana, tapi sudah greget dan datang ke Kompasianival. Kisah dan cerita beliau pun adalah hal yang membuat saya menang. Karena kapan lagi di lain hari saya dapat bertemu beliau di Jakarta.
Kompasiner lain seperti pak Edy Supriatna, pak Ign Joko, pak Yon Bayu, pak Thamrin. Juga ada mas Rahab, mas Reno, mba Tamita, ibu Edrida, mba Syifa, mba Lishtia. Dan banyak lagi Kompasianers yang saya lupa namanya. Bisa bertemu adalah kemenangan saya melawan rasa ego jika tidak hadir.