Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru dan Tantangan Digital

25 November 2018   12:28 Diperbarui: 25 November 2018   12:53 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book Classroom - Foto: pixabays.com

Socrates menganggap teknologi sesederhana menulis adalah ancaman. Tak heran tidak ada karya tulis Socrates selain yang disadur oleh Plato. Ilmu paling murni di sisi tuhan menurut Socrates adalah daya ingat dan retorika.

Sedang para Sophist dengan kepiawaian mereka dalam seni menulis dan retoris dianggap peniru semata. Para Sophis menurut Socrates telah 'mengkotori' ilmu dengan tulisan yang melemahkan daya memori.

Menulis, di era para filsuf Yunani telah menjadi kontroversi. Sedang teknologi digital nasibnya pun diperdebatkan sejak awal tahun 90-an. Larry Cuban (1986) mengatakan:

"...because teachers believe that interpersonal relations are essential in student learning, the use of technologies that either displace, interrupt, or minimize that relationship between teacher and child is viewed in a negative light."

..karena guru meyakini pentingnya kaitan interpersonal dalam pembelajaran siswa, penggunaan teknologi yang akan menggantikan, menginterupsi, atau mengurangi ikatan antara guru dan siswa dikesankan negatif.

Tren historis teknologi awal abad 20 menurut Cuban hanya formalitas. Hal ini dirangkumnya sejak penggunaan film (1910-an), radio (1920-an), dan televisi (1950-an). Walau pada dasarnya penerapan teknologi dikelas digariskan otoritas pendidikan waktu itu.

Technology Photo by it's me neosiam - Foto: pexels.com
Technology Photo by it's me neosiam - Foto: pexels.com
Dan pada abad internet di abad 21, teknologi kembali mendisrupsi pendidikan. Penguasaan dan penerapan teknologi awal abad 20 seperti komputer yang belum optimal. Kadang menyebabkan gagapnya guru memahami pendidikan era industri 4.0.

Mekanisasi pendidikan era industri dengan penyeragaman kurikulum, test, standar guru, dan output lulusan terganggu di era digitalisasi. Pemahaman ilmu di dalam kelas dengan penerapannya di luar kelas menjadi timpang.

Technology gives students -- from preschool to higher education -- the ability to learn in ways their parents and grandparents never had. Today's learners have immediate and always-on access to answers and research. Sherry Turkle

Teknologi memungkinkan siswa - dari taman bermain sampai perguruan tinggi - belajar dengan cara yang sangat berbeda daripada orangtua dan atau kake-nenek mereka. Pembelajar saat ini memiliki akses langsung dan cepat pada beragam tanya dan riset di tangan mereka. Sherry Turkle

Sehingga guru di era digital tidak saja dihadapkan pada penguasaan gawai, kemudahanan akses, dan infrastruktur teknologi digital. Kohabitasi sosial media, interaksi literasi web, bahkan sampai pemanfaatan VR dan AI dalam kelas.

Startup teknologi di New Zealand bahkan sudah membuat guru robot pertama untuk siswa SD. Will sang guru virtual avatar ini mampu berinteraksi layaknya guru. Perbedaannya, Will berada dalam layar monitor.

Namun, dengan lebarnya kesenjangan inovasi pendidikan dan teknologi. Guru menghadapi beberapa problema dalam teknologi pendidikan ini. Setidaknya ada 3 hal penting:

  1. Kepemimpinan, dimana kebijakan dan prinsip otoritas pendidikan harus memihak aspek pedagogis dan teknologi dalam pendidikan
  2. Visi dan misi yang sama, dimana garis-garis jelas pemandu penerapan teknologi dalam kurikulum, silabus, sampai rencana pembelajaran harus jelas  
  3. Dukungan teknis dan pedagogis, dimana pihak-pihak terkait saling melengkapi dan mendukung dalam teknis dan implementasi teknologi dalam kelas. (Howard & Mozecjko, 2015)

Drawing Using VR Photo by Eugene Capon - Foto: pexels.com
Drawing Using VR Photo by Eugene Capon - Foto: pexels.com
Teknologi selalu dianggap perubahan dalam linimasa historis. Menulis yang dulu dianggap para guru di era filsuf Yunani adalah disrupsi. Sama halnya dengan teknologi film, radio, televisi, dan internet dalam penerapannya di dalam kelas.

Kini, disrupsi digital menjadi tantangan yang guru hadapi. Kesenjangan digital antar generasi yang kian lebar menyebabkan cara dan metode belajar siswa berubah 180 derajat.

Siswa kini adalah self-inquirer pada dunia dan entitas yang mereka ingin fahami di dunia via dunia maya. Saat guru masih menerapkan pola beljara pen-and-paper, bisa jadi resistansi dan keengganan siswa muncul. Karena yang terjadi di dalam kelas dianggap tidak sesuai realitas dunia yang siswa kenal.

Guru sejatinya tidak boleh berdiam diri. Memahami dan mengimplemantasi teknologi digital jangan dianggap sebagai disrupsi. Karena disrupsi hanya menciptakan mindset ketakutan. Ada baiknya era industri 4.0 adalah masa kalibrasi para pendidik.

Dari mulai variasi metode mengajar yang bisa di-up-to-date. Sampai mengundang platform sosmed ke dalam kelas. Menjadi beberapa alternatif mendalami pendidikan di era digital. 

Selamat hari Guru Nasional 2018.

Salam,

Solo, 25 November 2018

12:26 pm 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun