Tak ada yang meramaikan linimasa selain keributan netizen. Mulai polemik terbaru soal #SaveMukaBoyolali, #BukanGolonganKami, pakai kaus kaki saat sholat, sampai berjalan di kuburan, dsb. Netizen memang haus akan keributan interaksi di linimasa.
Keributan dunia maya pun kadang tak berhenti di sosmed saja. Pada Mei 2018 lalu, Lucinta Luna dilaporkan ke polisi. Pasalnya, ia diduga berbohong perihal jenis kelaminnya. Dan kontroversi unggahan test pack di Instagram atas dugaan hamil.Â
Di Sumbar tahun 2015, viral tersebar video kengeyelan seorang pengendara motor atas legalitas razia ke polantas. Pengendara yang tidak terima itu melaporkan ke Div Propam atas pelaporan dirinya sebagai tersangka dugaan melawan polisi.Â
Setidaknya yang saya lihat ada 4 jenis keributan di linimasa yang bisa saya tarik:
- Polemik polarisasi politik. Keributan tipe ini berfokus pada kubu Capres 01 dan 02. Menjunjung tinggi dan membela Capres jagoannya adalah inti keributan. Contohnya seperti perdebatan istilah sontoloyo atau muka Boyolali.
- Polemik kontroversi aparat dan pejabat. Keributan ini membenturkan publik (netizen) dengan aparat/pejabat. Contohnya mempertanyakan legalitas razia di atas atau penggunaan voor rijder di tengah kemacetan.Â
- Polemik artis/selebriti sosmed. Keributan biasanya muncul karena artis/selebriti sosmed berlaku tidak wajar atau keterlaluan. Seperti contohnya perseteruan Deddy Corbuzier dengan Hari Jisun. Atau saat Ria Ricis menuai kemarahan ortu ketika meminta squishy dibuang ke toilet.
- Polemik panjat sosial sebuah akun. Netizen akan menyoroti kontroversi sebuah akun karena dianggap pansos/ panjat sosial. Seperti 'twit-war #BibitUnggl' antara akun @fathman dengan @pinotski soal apresiasi karya. Atau kasus mengunggah foto rekayasa demi ketenaran seperti akun @copywithsadelle.
- Polemik atas gambar atau video. Ramai netizen akan memperdebatkan ilusi atau realitas foto/video. Seperti foto pernikahan seorang kakek dengan gadis usia 16 tahun di Pare Pare tahun lalu. Atau soal unggahan video Nia Ramadhani yang sholat didepan kamar mandi.
Pertama, kontroversi the good, the bad, and the ugly. Kontroversi seperti drama hoaks Ratna Sarumpaet (RS) adalah salah satu contohnya. Netizen yang berfikir logis akan melihat kebohongan RS sebagai sebuah tindak kriminal. Sebuah kebohongan yang masif dan terstruktur.
Saat netizen sudah mengenali pihak good dan pihak bad. Mestinya kontroversi pun berakhir. Walau terkadang kontroversi yang dibuat-buat akan muncul entah darimana. Seperti polemik RS yang diduga sebagai penyusup dari kubu sebelah atau konspirasi rezim.
Kedua, isu problematis netizen. Seperti saat netizen ribut-ribut soal fitur Ask Me Question di Instagram. Netizen pecah menjadi 2 kubu. Kubu A yang menyatakan fitur ini 'Ditanya'. Sedang kubu B yang keukeuh fitur ini adalah 'Bertanya'.
Pada isu fitur tadi kedua kubu pun saling tidak mau kalah argumen. Sampai akhirnya 'empunya' Instagram mengklarifikasi. Ask Me Question adalah fitur untuk pengguna membuat percakapan dengan memulai sebuah pertanyaan.Â
Atau perdebatan tentang warna #TheDress di tahun 2015 silam. Ada 72% netizen melihat warna gaun tersebut putih dan emas. Sedang 28% mengaku melihat warna biru hitam. Walau pada kedua perdebatan diatas, ada jawaban ilmiah atas fenomena yang terjadi.