Beberapa daerah di Indonesia sedang marak hoaks penculikan anak. Di Malang, seorang ibu harus berhadapan dengan polisi. Karena menyebar kabar bohong penculikan di akun Facebook miliknya. Di Banyuwangi, seorang ibu hampir dikeroyok massa. Selain mencuri, ibu tersebut sempat dituduh ingin menculik.
Dampaknya, kini pihak aparat berpatroli sosmed 24 jam. Di Sulsel, polisi pun kini tengah mencari penyebar hoaks penculikan anak. Sedang Polda Jabar terus memonitor sosmed kabar hoaks penculikan anak ini.
Efek paranoid kabar bohong penculikan anak via sosmed ini telah melanda India sejak awal 2018. Di India bagian Selatan, massa menaruh curiga pada 4 orang berkendara yang diduga penculik. Karena massa melihat mereka membagikan permen.
Akibatnya, 3 pemuda luka berat sedang 1 pemuda meninggal. Sekitar 2.000 orang mengeroyok mereka dengan kayu dan batu. Sedang 25 orang pengeroyok juga ditangkap polisi.
Di 10 negara bagian di India, 14 orang telah menjadi korban pengeroyokan akibat rumor penculikan anak. Rumor yang beredar berisi himbauan agar waspada pada orang baru di sekitar lingkungan. Pesan berantai ini kadang berisi video palsu yang dramatis penculikan anak.
Patutnya kita belajar dari kejadian yang terjadi di India. Karena gejala paranoid penculikan anak akibat info hoaks kini kian sering ditemui di sekitar kita.
Apa yang telah terjadi di India setidaknya disebabkan minimnya literasi digital. Informasi bohong penculikan anak yang beredar luas via WhatsApp ditanggapi berlebih.

Sayangnya, kadang niat berbagi berita malah memperuncing provokasi. Komentar netizen yang kadang seenaknya malah membuat posting semakin trending. Tak sedikit juga yang ikut-ikutan berbagi kabar bodong ini.
Lalu, terbatasnya monitor pihak berwajib di sosmed pun bisa memicu sebaran kabar ini lebih luas. Patroli siber yang niatnya membuat kondusif situasi dunia maya kadang terbentur privacy pengguna platform.
Kabar penculikan anak yang viral via WhatsApp di India sulit "ditembus" pihak kepolisian. Karena WhatsApp menggunakan user-to-user encryption. Sehingga polisi akan sulit 'mengintip' pesan berantai yang berbahaya seperti di atas.
Walau kabarnya pemerintah India meminta pihak WhatsApp membuka sedikit lalu lintasnya. Namun WhatsApp tetap berprinsip menjungjung privacy pengguna. Solusi 'alternatifnya', WhatsApp memasang iklan layanan publik agar bijak berbagi pesan via surat kabar di India.
Sebagai pengguna sosmed di Indonesia, wajib kita mulai memahami cara berbagi. Berikut langkah-langkah sederhana jika pesan rumor penculikan anak.
- Tanyakan sumber pesan berantai tadi pada penyebar. Jika tidak jelas, pesan cukup sampai di chat/grup kita saja.
- Jika terlihat 'meyakinkan' laporkan konten ke @aduankonten atau via WhatsApp 08119224545
- Verifikasi pesan viral tadi di chat/grup kita dengan baik dan benar
- Tetap tenang jika bertanya pada orang baru di sekitar lingkungan
- Adukan ke pak RT/RW atau pihak berwenang jika orang tadi melakukan tindak pidana
Perlunya memberi filter pada tragedi dunia maya dengan dunia nyata sangat penting. Karena tidak semua yang terlihat di dunia digital benar adanya. Apalagi saat ini banyak sekali oknum yang tidak bertanggung jawab di sosmed.
Kehati-hatian menanggapi kabar hoaks penculikan perlu. Namun lebih perlu lagi ketelitian kita memahami pesan. Jangan asal membaca header/awalnya saja. Kita pun terprovokasi atau malah menjadi pelaku penyebara berita bohong.
Salam,
Solo, 1 November 2018
12:30 pm
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI