Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan Sepelekan Pesan Hoaks Penculikan Anak di Linimasa!

1 November 2018   12:32 Diperbarui: 2 November 2018   12:28 1004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kidnap - ilustrasi: babble.com

Beberapa daerah di Indonesia sedang marak hoaks penculikan anak. Di Malang, seorang ibu harus berhadapan dengan polisi. Karena menyebar kabar bohong penculikan di akun Facebook miliknya. Di Banyuwangi, seorang ibu hampir dikeroyok massa. Selain mencuri, ibu tersebut sempat dituduh ingin menculik.

Dampaknya, kini pihak aparat berpatroli sosmed 24 jam. Di Sulsel, polisi pun kini tengah mencari penyebar hoaks penculikan anak. Sedang Polda Jabar terus memonitor sosmed kabar hoaks penculikan anak ini.

Efek paranoid kabar bohong penculikan anak via sosmed ini telah melanda India sejak awal 2018. Di India bagian Selatan, massa menaruh curiga pada 4 orang berkendara yang diduga penculik. Karena massa melihat mereka membagikan permen. 

Akibatnya, 3 pemuda luka berat sedang 1 pemuda meninggal. Sekitar 2.000 orang mengeroyok mereka dengan kayu dan batu. Sedang 25 orang pengeroyok juga ditangkap polisi.

Di 10 negara bagian di India, 14 orang telah menjadi korban pengeroyokan akibat rumor penculikan anak. Rumor yang beredar berisi himbauan agar waspada pada orang baru di sekitar lingkungan. Pesan berantai ini kadang berisi video palsu yang dramatis penculikan anak. 

Patutnya kita belajar dari kejadian yang terjadi di India. Karena gejala paranoid penculikan anak akibat info hoaks kini kian sering ditemui di sekitar kita.

Apa yang telah terjadi di India setidaknya disebabkan minimnya literasi digital. Informasi bohong penculikan anak yang beredar luas via WhatsApp ditanggapi berlebih.

Mob Lynching - ilustrasi: thesentinel.com
Mob Lynching - ilustrasi: thesentinel.com
Karena memang narasi kabar bohong kadang begitu dramatis sekaligus provokatif. Dan orangtua mana yang tidak emosi dan semakin waspada jika menerima kabar tentang penculikan. 

Sayangnya, kadang niat berbagi berita malah memperuncing provokasi. Komentar netizen yang kadang seenaknya malah membuat posting semakin trending. Tak sedikit juga yang ikut-ikutan berbagi kabar bodong ini.

Lalu, terbatasnya monitor pihak berwajib di sosmed pun bisa memicu sebaran kabar ini lebih luas. Patroli siber yang niatnya membuat kondusif situasi dunia maya kadang terbentur privacy pengguna platform.

Kabar penculikan anak yang viral via WhatsApp di India sulit "ditembus" pihak kepolisian. Karena WhatsApp menggunakan user-to-user encryption. Sehingga polisi akan sulit 'mengintip' pesan berantai yang berbahaya seperti di atas.

Walau kabarnya pemerintah India meminta pihak WhatsApp membuka sedikit lalu lintasnya. Namun WhatsApp tetap berprinsip menjungjung privacy pengguna. Solusi 'alternatifnya', WhatsApp memasang iklan layanan publik agar bijak berbagi pesan via surat kabar di India.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun