Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Media Sosial dan Mereka yang Nalarnya Lumpuh pada Tragedi JT 610

30 Oktober 2018   16:37 Diperbarui: 30 Oktober 2018   22:24 1151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya tulus saya mengucap bela sungkawa atas tragedi Lion Air JT 610. Semoga keluarga yang ditinggalkan dikuatkan. Aamiin.

Dan teruntuk, orang yang nalarnya lumpuh pada tragedi JT 610. Mungkin oknum-oknum ini membutuhkan pelajaran berlogika dan dan berempati kembali.

Karena setidaknya ada oknum-oknum yang nalarnya lumpuh pada tragedi ini. Setidaknya terlihat di lini masa sosial media belum lama ini.

Pertama, penyebar kabar hoaks bahwa pesawat telah mendarat dengan aman. Sebuah akun tokoh politik yang cukup kondang, melaporkan berita saat JT 610 dikabarkan hilang. Menurut kabar dari temannya, pesawat telah landing dengan selamat di Halim Perdana Kusuma.

Jika dilihat sekilas, memang tweet akun ini tidak menyebutkan spesifik Lion Air JT 610. Namun konteks suasana dan ruang mengesankan tweet ini ditujukan pada kabar hilang penerbangan JT 610. 

Tiada malu, akun tadi menghapus tweet tersebut. Netizen sempat ribut karena akun ini ternyata berbohong. Namun ia berdalih (serampangan) kalau tweet-nya dulu bukan tentang Lion Air JT 610.

Kedua, para penyebar foto/video kecelakaan pesawat yang bukan Lion Air JT 610. Demi sensasi, para penyebar foto-foto ini sejatinya membuat runyam suasana. Foto atau kecelakaan pesawat Lion Air lain malah sembrono disebar.

Demi like/komen/share bahkan followers. Penyebar foto-dan video kecelakaan JT 610 ini biasanya berlindung dibalik akun anonim. Kadang juga memberi link clickbait demi tujuan ekonomi.

Saya rasa penyebar tahu benar cara merelasi konteks dan ruang pada tragedi JT 610. Setidaknya memang dibutuhkan kreatifitas. Namun kreatifitas narasi yang menyimpang.

Ketiga, mempolitisasi tragedi JT 610. Seperti tiada pernah kapok. Akun-akun seperti ini mengaitkan hampir semua tragedi dan bencana dengan kepemimpinan Presiden Jokowi. Lalu jika ada Presiden baru, semua bencana bisa hilang?

Tujuan mereka tentu politis. Yaitu memperkeruh suasana Pemilu via sosial media. Akun yang memposting hal ini tentu nalarnya tidak sesempit itu. Tapi demi menyulut greget, emosi, sampai gaduh linimasa. Cara apapun halal dilakukan buat mereka.

Ketika netizen sudah tersulut. Mereka yang bersembunyi dibalik akun tadi hilang. Minta maaf atau klarifikasi postingnya bisa belakangan. Atau malah tiada pernah meminta maaf. Karena mungkin mereka tak punya hati.

Pray for JT610 - ilustrasi: kedaipena.com
Pray for JT610 - ilustrasi: kedaipena.com
Dari ketiga oknum tersebut, setidaknya ada ciri-ciri yang bisa kita fahami agar waspada.
  • Akun dari tokoh politik yang reaktif dan provokatif. Karena memang tidak semua akun tokoh politik demikian. Namun patut diwaspadai kabar dari akun tokoh yang demikian. 
  • Akun gurem dengan posting yang otomatis bertautan aneh. Dengan posting sensasional. Akun bot seperti ini biasanya men-generate posting hasil trending disertai link mencurigakan. Karena bisa jadi link tadi mengarah pada malware atau mengemis klik.
  • Akun penggembira pada kolom reply/komentar. Biasanya akun-akun ini sengaja dibuat untuk membuat tautan berita/posting positif menjadi negatif. isinya bisa bermuatan politis sampai SARA.

Baik itu bermodus ekonomis atau politis. Memuat kabar bohong, berfoto/video tidak jelas, sampai posting bermuatan politis. Semua pihak harus tetap waras dan menjaga nalar penuh.

Jangan gegara emosi dan sensasi sesaat. Kita menjadi penambah duka keluarga yang ditinggalkan. Pun bisa jadi, kita terjerat UU ITE karena menyebar kabar tidak benar di dunia digital.

Waraslah dan bijak ber-medsos.

Salam,

Solo, 30 Oktober 2018

04:34 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun