Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gawai, Rumah dan Paradoks Eksistensi Manusia

13 Oktober 2018   22:55 Diperbarui: 14 Oktober 2018   06:21 1732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
A Day in a Digital World by Stephan Lorse - ilustrasi: stephanlorse.eu

Atau mungkin kita sudah merumahkan fikiran dan hati kita ke dalam jagad maya?

Dari contoh-contoh aktifitas di rumah 'orang modern' di atas. Apa masih eksistensi manusia itu lekat dengan rumah tempatnya tinggal?

Sedang fikiran kita sering begitu terpaut pada linimasa sosial media dan grup chat. Seperti dopamin, reward berupa like, komen, reply, RT, dsb menjadi candu.

Like dari Facebook pada foto sang anak tadi siang tak habis dipandangi semalaman oleh si ibu. Heart di Instagram tentang tips membuat kue cubit terus ditunggu sang kakak saat sedang makan malam bersama. Ramai grup chat pun menjadi aktifitas rutin 2 jam menjelang tidur malam hari.

Eksistensi kita menciut untuk kemudian mewujud menjadi kumpulan notifikasi jagad maya. Perasaan kitapun seolah bernaung dan tinggal lama dalam linimasa. Tak jenak rasa hati jika tidak menengok sesekali (ratusan kali) gawai kita.

Kita mungkin lupa pada naungan rumah dengan atap dan tembok dan segala dekorasinya. Karena fikiran kita terpatri dan terhanyut dalam universalia digital. Ketinggalan berita menjadi kecemasan diri tiada tara.

Atau mungkin kita sudah merumahkan fikiran dan hati kita ke dalam jagad maya? Sebuah rumah besar dengan beragam penghuni, asli atau palsu. Rumah yang begitu apa adanya dibalik semua kebohongannya. Rumah yang sengaja terus dibuat menarik dengan berjuta hitungan algoritma.

Semoga kita, atau anak-anak kita tetap menjaga pijakan hati dan raganya ke rumah yang kita miliki.

Salam,

Solo, 13 Oktober 2018

22:53 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun