Dari kelompok-kelompok terpisah, akan disatukan dengan penelusuran pribadi dan algoritma sosmed. Terciptalah gelembung bias yang nantinya memupuk lebih lanjut keyakinan politik.
Dari ranah personal sampai komunal, keyakinan tunggal bergulir membesar bak bola salju. Walau perspektif ini secara nyata timpang. Ilusi demokrasi pun terbentuk. Demokrasi sosmed semacam ini bersifat ilusif. Karena penjara echo chamber dan filter bubble, membuat suara mayoritas sebatas like, komen dan share.
Dan kembali pada proposisi awal artikel ini. Semakin dinasehati agar berimbang perspektif seseorang akan semakin kuat penolakan pada disrupsi keyakinannya. Mindsetnya pun sudah terlanjur dikontaminasi opini, narasi, dan propaganda dalam lingkar dunia digitalnya.
Tidak ada yang salah dengan memilih preferensi politik. Namun yang patut diperhatikan adalah konflik yang rawan terjadi. Apalagi di dunia digital yang kecenderungan konfliknya cenderung sporadis dan viral.
Tak jarang, tweet war malah menjadi isu yang diseret sampai meja hijau. Dan sering juga kita temui isu-isu yang menimbulkan konflik horizontal. Isu-isu yang akan mengoyak kedamaian kita sebagai bangsa.
Salam
Solo, 29 September 2018
09:50 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H