Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Andai Saya Atlet Asian Games 2018 yang Tak Raih Medali

6 September 2018   11:45 Diperbarui: 6 September 2018   12:00 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hanif Dhakiri bersama Rifdi, Aji dan Aries Peraih Medali Asian Games 2018 - foto: merdeka.com

Di sosmed, media mainstream, sampai sambutan massa di kampung halaman. Semua orang gempita menyambut para pahlawan Asian Games 2018 (AG 2018). Baik itu peraih medali emas, perak atau perunggu, atlet ini dielu-elukan.

Honor berupa rekening berisi jejeran angka nol ratusan/miliaran Rupiah siapa yang tidak suka. Jaminan menjadi ASN sampai diberi rumah juga sudah menanti. Betapa sejahtera masa depan para atlet ini.

Dan prestasi atau bonus ini tentu bukan sesuatu yang datang sekejap. Ada perjuangan darah dan airmata mungkin sebagai tangga mereka menuju sukses di AG 2018.

Lalu bagaimana fikiran seorang atlet AG 2018 yang tidak meraih medali sama sekali? Saya pribadi belum mendengar kabar mereka menjadi highlight via sosmed atau media mainstream sejauh ini.

Kiranya ada konflik psikologis yang terjadi di benak para atlet non-medali ini.

Pertama, ada motivasi untuk meraih emas di event olahraga terdekat. Entah itu event setingkat kabupaten, propinsi, nasional, atau internasional pasti dipersiapkan dengan baik. Panutan mereka bisa jadi atlet yang meraih medali AG 2018.

Mungkin niat meraka tidak pula dipicu honor ratusan/miliaran Rupiah. Karena memang mereka mencintai olahraga yang ditekuni. Motivasi eksternal yang mungkin tidak mudah goyah karena godaan apapun selain yang positif.

Kedua, mungkin akan ada rasa iri yang begitu pada peraih medali AG 2018. Iri menjadi bagian insting manusia. Begitupun dengan para atlet non-medali. Mungkin saja mereka mendapat bonus. Tetapi tentu tidak sebanyak peraih medali.

Apalagi stardom atau ketenaran sosmed dan media yang diraih. Hampir setiap hari penyambutan peraih atlet AG 2018 di kota-kota berbeda ditayangkan berita TV. Belum lagi fakta trivia peraih medali ini yang bersliweran via posting di sosial media. 

Pun bisa jadi akun IG. FB, Twitter para AG menjadi bertambah followers asli. Orang mana yang sekarang tidak senang followers atau friends di sosmed mereka tidak beribu atau berjuta banyaknya. Seperti instant stardom.

Melihat ke belakang, kadang atlet yang terlalu disorot dan dielu-elukan mlempen prestasinya di event ke depan. Para pemain sepakbola kita sering mengalami hal ini. Beberapa pebulutangkis pun juga mengalami star struck alias gagap terkenal.

Mungkin ada baiknya media kita di sosmed tidak terlalu atau over memuji para atlet peraih medali. Coba merasa dari para atlet peraih non-medali. Atau beri mereka ruang untuk bisa juga terkenal via sosmed atau media.

Jika bukan soal raihan medali AG 2018 mereka. Bisa jadi atlet non-medali AG 2018 memiliki medali/prestasi lain yang bisa kita banggakan. Bisa jadi rasa iri mereka berubah menjadi motivasi.

Dan, ini hanya apa yang saya andaikan saja. Karena toh saya bukan atlet AG 2018.

Salam,

Solo, 6 September 2018

11:44 am 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun