Sebuah sekolah dasar di Auckland, New Zealand sudah menguji coba guru robot pertama bernama Will. Siswa takjub dengan kehadiran Will yang tidak seperti guru manusia pada umumnya. Will, guru avatar digital besutan korporasi energi Vector dan Soul Machine ini menjadi pioneer kelas masa depan.
Guru robot. Inikah masa depan pendidikan? Bagaimana dengan potensi Indonesia dengan model guru digital seperti Will?
CEO Vector, Nikhil Ravishankar melihat reaksi anak-anak yang takjub sekaligus aneh pada Will. Dengan media komputer/laptop dan gadget mereka, Will bisa berinteraksi layaknya manusia. Murid bisa bertanya tentang matahari, turbin angin, dll kepada Will. Dan Will pun akan memperhatikan, menjawab dan tersenyum kepada murid-murid.Â
Guru robot seperti Will digadang mampu menggantikan krisis tenaga pendidik di masa depan. Terutama di daerah/negara dengan jumlah guru yang minim. Will yang berbasis algoritma AI atau bahkan nanti berbentuk humanoid, bisa menjadi solusi. Dimana soal anggaran guru, gaya belajar siswa, dan interaksi yang real-time didapat dari guru digital.Â
Walau guru berbasis AI tentu akan mengalami hambatan. Interaksi sosial seperti gesture, mimik wajah, bahkan intonasi suara menjadi hambatan guru robot. Begitu juga ranah interpersonal seperti rasa empati, simpati, bahkan kasih sayang sulit dihadirkan guru robot.
Namun disrupsi teknologi seperti diprediksikan akan berimbas juga pada ranah pendidikan. Di tahun 2031 nanti menurut Thomas Frey dari DaVinci Institute, guru robot diperkirakan akan menjadi fenomena umum di kelas.Â
Karena perkembangan aplikasi, internet, dan gawai yang kian canggih. Guru pribadi dengan interaksi one-to-one via gawai tidak mustahil. Kemanfaatan ini memudahkan siswa yang terbatas secara finansial dan spasial dengan fasilitas pendidikan.Â
Walau hasil survei tahun 2012 dari Komisi Eropa menolak peran robot dalam pendidikan. Hal ini membuat peran guru bisa sedikit bernafas lega. Mungkin sampai saat yang belum tentu di masa depan.
Potensi lapangan kerja Indonesia yang akan direbut para robot pernah saya tulis disini. Artificial intelligence yang cenderung ekonomis, durable, dan teachable menjadi poin lebih bagi sebuah perusahaan.Â
Banyak lowongan kerja Indonesia mencari talented  workers di bidang IT dan ranah selingkungnya. Namun banyak dari mereka malah memilih bekerja di luar negri. Karena Indonesia mengalami over-supply non-talented workers menurut Monroe Consulting.
Ditambah lagi, pola pendidikan yang masih berfokus pada ranah kognisi. Menyebabkan para lulusan gagap akan permintaan kerja dengan syarat pemahaman IT yang mumpuni.Â