Tapi tentunya, jangan sampai peran gawai menggantikan anggota keluarga lain. Ini efek negatif yang mungkin sudah terakumulasi akibat kelalaian dan keenganan orangtua memahami gawai. Seperti contoh situasi di awal artikel ini. Anak bisa begitu lekat dan dekat dengan gawainya. Gawai menggantikan waktu bermain dengan saudaranya. Gawai menukar waktu bersama si anak di meja makan, dsb.
Anak berperilaku dengan mencontoh orang di sekitarnya. Dimulai dengan melihat orangtuanya. Jika ayahnya saja terus memandangi smartphone di meja makan. Kenapa si anak tidak boleh? Jika ibunya seharian ketawa-ketiwi chatting di tabletnya. Kenapa si anak tidak boleh juga? Jika orangtuanya sibuk selfie dan upload foto di sosmed saat jalan-jalan keluarga. Kenapa si anak tidak boleh juga?
Tanggung jawab menerima dan memahami dengan baik si gawai, ada di tangan orangtua. Mulai dari screen time, akses internet yang digunakan, setting privasi gim, dll dalam gawai wajib dimengerti orangtua. Dan referensi untuk bijak menggunakan gawai pada anak banyak tersedia di internet.Â
Tinggal bagaimana kini kemauan dan konsistensi orangtua menerima baik-buruk si gawai sebagai anggota keluarga.
Salam,
Solo, 24 Juli 2018
10:49 am
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H