Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Dampak Sosial Label "Gaming sebagai Gangguan Mental"

23 Juni 2018   10:18 Diperbarui: 23 Juni 2018   19:11 2360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gaming addiction is to be listed as a mental health condition for the first time by the World Health Organization.

Menurut WHO, kecanduan gim kini dikategorikan sebagai gangguan kesehatan mental. (berita: bbc.com)

Saat kebanyakan netizen hanya membaca judul, tagline diatas mengundang kehebohan bathin. Ternyata kini kecanduan gim menjadi gangguan mental. Ditegaskan pula dengan akronim WHO atau World Health Organization. Sebuah badan internasional yang mengurusi kesehatan orang di dunia. Tentunya tidak salah mengumumkan hal seperti ini. 

Isinya berita secara detail sebenarnya menguraikan lebih lanjut gangguan mental pada gim. Bermain gim yang disebut sebagai gangguan klinis jika gejala adiksi gim berikut berlangsung lebih dari 1 tahun. Gejalanya seperti:

  • Lepasnya kontrol diri terhadap durasi, intensitas, dan frekuensi bermain gim
  • Prioritas berlebihan terhadap bermain gim daripada bersosialisasi, bersekolah, dan bekerja
  • Keberlanjutan bahkan peningkatan bermain gim walau dampak buruk terus terjadi

Namun, mungkin kebanyakan saduran berita di bahasa Indonesia pun mungkin tidak dibaca lebih lanjut. Secara sosial pun, dampak berita ini menstigma beberapa pihak. 

Pertama, para game enthusiast kini menjadi was-was. Game enthusiast bisa jadi hanya fans atau penggemar gim sejati. Mungkin mereka tidak bisa disebut teradiksi pada gim. Mereka berkumpul pada satu forum/komunitas. Dengan media ini mereka berbagi trik/tips gaming, bertukar gim lawas, atau sampai mengadakan bakti sosial misalnya. Namun, bisa jadi banyak orang mencap mereka sebagai orang dengan gangguan kecanduan gim.

Kedua, para gamer professional pun menjadi ragu atas prestasi mereka. Ega Rahmaditya yang sukses menjuarai kompetisi FIFA 2018 Asia, adalah gamer pro yang mengharumkan nama bangsa. Namun, bagaimana dengan gamers pro yang lain? Saat mereka meniti karir pada e-sport, banyak yang akan melabeli mereka kecanduan gim. Bisa jadi banyak terjadi konflik bathin saat mereka mulai menekuni profesi gamer.

Ketiga, keraguan guru yang menerapkan metode gamifikasi. Seperti artikel saya soal gamifikasi, guru menjadi berfikir kembali. Jika ada unsur gim dalam kelas, bagaimana tanggapan para siswa. Mungkin siswa akan merasa enggan, karena nasihat orangtua mereka soal gim menyebabkan gangguan klinis. Atau saat siswa bilang ke orangtua soal belajar dengan bermain gim, orangtua bisa akan protes ke pihak sekolah. 

Game affect Brain by gettyimage - ilustrasi: npr.org
Game affect Brain by gettyimage - ilustrasi: npr.org
Keempat, kerugian bagi orang-orang yang kebetulan suka bermain gim. Saya sendiri suka bermain gim, baik di PS4 atau di HP sendiri. Namun tentu ada aturan dan durasi waktu yang saya terapkan. Tetapi, bisa jadi dengan berita ini terjadi pembenaran atas pelarangan bermain gim. Dengan dalih mencegah kecanduan atau gangguan mental, pelarangan dilakukan.

Kelima, stigma bagi anak yang belajar tentang dunia digitalnya. Gim adalah bagian dari dunia anak kita saat ini. Pasti ada cara dan kesempatan mereka bermain gim. Pelarangan hanya akan menimbulkan pemberontakan. Sedang gim juga memiliki efek positif untuk anak. Menurut laman psychologytoday.com, beberapa manfaat gim untuk anak seperti: bentuk sosialisasi anak, pembentuk mindset problem solving, dan wadah refleksi literasi sosmed anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun