Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Banyak Sekolah Masuk Saat Libur Keagamaan, ke Mana Toleransi?

30 Mei 2018   13:01 Diperbarui: 31 Mei 2018   09:39 3940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bhinneka Tunggal Ika - ilustrasi: avisbungsu.blogspot.com

Bermula dari obrolan ringan dan posting seorang rekan yang mempertanyakan kenapa sebuah kampus tetap masuk saat Waisak. Sebelumnya, beliau juga heran kenapa Kenaikan Yesus Kristus sekolah ada yang masuk. Di unggahan beliau pun, ada yang berkomentar mengapa tempat kerjanya juga masuk saat Waisak. Beliau heran ke mana toleransi sekolah dan kantor pada libur keagamaan? Namun, artikel ini akan membahas fokusnya pada ranah sekolah.

Saat toleransi menjadi perhatian kita. Dan tindakan intoleran bisa diminimalisir dari sekolah. Bukankah tidak liburnya saat hari keagamaan bisa menjadi indikator intoleransi? Terutama di sekolah yang dibasiskan pada agama. Bukankah ini menjadi refleksi pada siswa jika lebih penting sekolah daripada libur hari keagamaan tertentu?

Toleransi sendiri berarti keberterimaan terhadap keragaman budaya, etnis, dan sistem keyakinan. Secara spesifik, indikator menyoal religious festive di sekolah sudah dirangkum dalam Accept Pluralism - Tolerance Indicator Tool Kit (TITK) (2013).

Dalam indikator tersebut, toleransi dibuat ke dalam parameter high - medium - low, sbb:

  • High - kalender sekolah wajib merayakan hari keagaaman dalam masyarakat. Tidak hanya untuk agama mayoritas, namun agama minoritas.
  • Medium - kalender sekolah mengikuti hari libur agama mayoritas. Namun, siswa beragama minoritas dapat mengajukan absensi pada hari keagamaannya.
  • Low - kalender sekolah didasarkan pada hari libur agama mayoritas. Selain libur yang sudah ditetapkan, absensi pada hari keagamaan lain tidak diperbolehkan. (Tolerance Indicator Tool Kit, hal: 22)

Sedang aturan libur keagamaan sekolah di Indonesia tertuang dalam UU No 2 Tahun 1989 Tentang Sisdiknas. Dalam pasal 40 ayat 2 diterangkan bahwa:

Hari-hari libur untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah diatur oleh mentri dengan mengingat hari raya nasional, kepentingan pendidikan, kepentingan agama, dan faktor musim. 

Libur hari keagamaan secara umum bisa difahami sebagai cara kita menghormati penganut agama lain. Secara perundangan, libur bersama termasuk libur hari keagamaan sudah diatur.

Pada tahun ini, Surat Keputusan Bersama Menag, Menaker, dan MenpanRB jelas ditulis. Hari libur keagamaan sudah termasuk dalam hari libur nasional tahun 2018.

Dari poin diatas dapat kita fahami bahwa, Indonesia sendiri sudah masuk parameter high dalam (TITK). Karena sekolah ikut merayakan hari keagaaman dengan libur. Serta karena kalender sekolah menurut UU No. 2 Tahun 1989 menjelaskan libur sekolah merunut hari libur nasional. Dan setiap tahun hari libur nasional sudah ditetapkan dengan SKB, maka hari libur keagamaan sudah termasuk dalam hari libur nasional. Baik agama mayoritas dan minoritas di Indonesia.

Namun terjadi deviasi aturan perundangan di lapangan. Sekolah tidak meliburkan siswanya saat hari libur keagamaan. Indikator TITK pun menjadi low karena agama mayoritas tidak meliburkan siswa.

Pelanggaran UU Sisdiknas No. 2 Tahun 1989 pasal 40 ayat 2 pun (sengaja) dilakukan. Lalu, terjadi kesia-siaan SKB Menteri menyoal hari libur nasional tahun 2018.

Secara sosial kenegaraan, terjadi pengacuhan nilai toleransi. Dan hal ini diperparah karena dilakukan di ranah sekolah, dan bahkan perguruan tinggi. Indonesia yang dibangun atas keragaman suku, agama dan budaya seolah dinafikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun