Sebanyak apapun aktifitas kerja. Seberat apapun rutinitas. Adalah tritunggal diri yang memampukannya kawan. Puasa tiada menjadi batas untuk mengurangi gerak kita.
Bukankah kamu merasakan sendiri, bahwa tubuh berbahasa. Tubuh faham benar apa yang diinginkan oleh hati dan fikiran. Saat hati dan fikiran jujur menjalankan puasa. Maka tubuh mengkolaborasi gerak dan kemampuannya. Tanpa dikurangi. Tanpa pula dibatasi.
Hanya fikiran yang jujur menggerakkan tubuh normal apa adanya walau berpuasa. Karena dengan hati yang ikhlas, tubuh tahu proporsi gerak dan keluaran energi yang dibutuhkan. Seberat apapun kerja dan aktifitas kita. Hati tahu kapan untuk beristirahat. Fikiran berkata kepada tubuh untuk sejenak menumpuk gairah gerak kembali.
Beraktifitas biasa dengan makan teratur diluar bulan puasa, kita akan tetap merasa lapar. Saat sengaja untuk menunda makan. Dampaknya, ia akan kelelahan. Sampai pada satu waktu, ia akan lunglai dan enggan untuk bergerak. Stamina habis termakan gerak yang tiada sinkron dengan hati dan fikiran.
Tubuh tiada memindai kalau hati dan fikiran jujur menjalani puasa. Karena hati dan fikiran ingin makan. Sejak awal kamu merasa lapar. Maka tubuh menjawab dengan menghabiskan energi. Tubuh akan kuras tenaga untuk bekerja. Karena tubuh dijanjikan energi karena kamu sudah berfikir untuk makan dalam waktu dekat.Â
Orang lapar bisa jadi adalah penyelarasan tritunggal. Dengan hati, fikiran dan tubuh untuk mencapai satu tujuan. Dengan cara menyusutkan tenaga yang tersimpan. Lalu fikiran dan hati berpaku pada penambahan tenaga dengan makan nanti. Maka tak ayal, energi yang ada pun kadang dihabiskan mengumpulkan makanan.
Kawan, tubuh tiada pernah mengingkari bisik fikir dan suara hati. Tubuh, hati dan fikiran adalah tritunggal. Saat salah satu bercerai dari tujuan jujur bersama. Maka tenaga dibuang percuma. Habislah ia pada satu waktu.
Berpuasa adalah soal menyeimbangkan tritunggal ini.Â
Pernahkah kamu tidak sadar jika waktu berbuka tiba. Karena hati, fikiran dan tubuh berfokus pada satu tugas. Tiada kamu rasa lapar. Karena fikiran, hati dan tubuh berfokus pada satu hal. Dan hal ini yang menguatkan jiwa dan raga menjalani puasa.
Konon, ada orang yang bias bertapa dari mulai bulan hingga tahun. Tanpa perlu makan, mereka menjalani puasanya. Entah ini hanya mitos atau cerita dengar saja. Tapi setengah hari kita berpuasa denga fokus bekerja. Nyatanya lapar tiada pernah terbersit.
Ah, andai puasa yang kita jalani ini bisa direfleksikan ke dalam hidup. Bukankah tiada lagi orang yang mencuri. Karena mencuri membuat hati kotor. Fikiran pun carut-marut. Tubuh pun cepat aus karena tekanan batin.Â
Andai juga sinkronisasi tritunggal ini menjadi renungan harian kita. Bahwa sejatinya, semua tindak laku kita harus selalu menuju kebaikan. Karena dengan kebaikan, fikiran, hati dan tubuh berselaras. Tiada pernah kita menolak untuk berbuat. Dan dengan kebaikanlah kita lahir. Dan semoga diakhirkan dengan kebaikan pula.
Jangan pernah mengeluh lapar saat berpuasa. Karena bias ini mampu membelokkan fikiran. Mengusik hati kecil kita. Dan memaksa tubuh mencari cara untuk menambah asupan energi.
Salam,
Solo, 21 Mei 2018
10:42 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H