Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Peluang Integrasi "Internet of Things" di Bidang Pendidikan

9 Oktober 2017   14:18 Diperbarui: 9 Oktober 2017   22:00 6316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Internet of Things (linkedin.com/pulse)

IoT atau Internet of Things menjadi wacana pelengkap kehidupan digital kita semua. Mungkin tidak semua kita menyadarinya, tetapi IoT akan hadir. Contohnya pengembangan driverless taxi ala Uber dan Telstra (berita di sini). Atau yang lebih personal seperti alarm/sistem sekuriti untuk rumah kita (berita di sini). Walau saat ini banyak proses trial dan error dengan perangkat dan sistem IoT. Saya sendiri yakin akan ada masanya IoT menjadi bagian kehidupan kita. Lihat artikel saya Apa Itu IoT (Internet of Things)?

Saat inovasi seperti IoT menjadi bagian kehidupan manusia. Tak ayal wacana ini pun akan menjadi sebuah literasi. IoT sendiri menjadi bagian besar dari literasi digital, kemungkinan integrasinya ke dalam pendidikan pun potensial. IoT dalam pendidikan sendiri akan lebih kepada aplikasinya untuk menyokong pengajaran. Sama serupa CMD atau Computer-Mediated Learning yang saat ini diaplikasikan ke dalam kelas. IoT pun memiliki dinamika mendukung proses KBM.

Lalu seperti apa "bentuk" IoT nantinya ada di dalam kelas. IoT sendiri mengembangkan bentuk fisik teknologi untuk kehidupan manusia. Benda-benda ini terkoneksi dengan protokol wireless network sensor dalam satu infrastruktur yang rumit. Contoh sederhananya saat ini adalah lampu LED di ruang tamu yang bisa kita kontrol dengan HP kita. Atau sistem CCTV yang terkoneksi dengan gadget kita untuk rasa aman yang lebih. Kembali, bentuk IoT apa yang bisa digunakan dalam kelas?

Rocha, et.al 2006 sendiri memperkenalkan VAC atau Virtual Academic Communities. Ia menerapkan sistem dimana siswa berinteraksi dengan bentuk fisik komponen komputer di lab, mereka uji dengan network, dan difasilitasi oleh guru. Namun tentunya IoT sendiri akan datang dengan bentuk yang berbeda di tiap subjek/kelas/ranah. Dan pastinya hal ini perlu pengembangan dan spesifikasi targetnya sendiri.

Saya sendiri membayangkan pengajaran bahasa Inggris dalam konteks IoT akan lebih berwarna. Sederhanya, siswa akan berbicara dan bekonsultasi dengan "robot". Guru sendiri akan menjadi admin dalam interaksi. Saat ini pun "robot" itu bisa kita gunakan. Contohnya fitur voice search pada Google/Siri/Cortana pada HP kita. Ucapkan kata saat Google/Siri/Cortana dinyalakan dalam Bahasa Inggris. Jika pronunciation kita salah/kurang tepat maka hasil pencarian kita akan amburadul. 

Fitur HP seperti di atas mungkin sangat sederhana. Bagaimana jika IoT ini tidak sekedar voice recognition untuk English pronunciation kita. Saat ini sudah ada face recognition, error spelling check, dll di internet. Bisa jadi akan ada robot yang bisa menerjemahkan, mengkoreksi ucapan/tulisan, atau bahkan "active conversation". 

Guru sebagai admin/manajer dari kelas seperti memiliki beberapa tugas. Mengakumulasi learning analytic, yaitu melihat kemajuan siswa dari interaksi belajar dengan IoT. Menjaga materi pada bentuk synchronous (email/blog) dan asynchronous(chat/instant messaging). Dan pada akhirnya, gurulah yang menilai dan mengevalasi kegiatan belajar-mengajar dengan integrasi IoT.

Pada intinya, peluang ini ada dan potensial untuk diterapkan. Walau kendala infrastruktur, maintenance, security dan training untuk SDM-nya tetap ada, apalagi di Indonesia. IoT akan menjadi bagian hidup, dan pendidikan, di masa depan. Sebuah hal yang mungkin tidak bisa dihindari saat generasi milenial akan lebih "akrab" dengan teknologi. Pendidik yang terlalu konservatif dan kuno bisa jadi akan tetap ada. Namun akan lebih sulit mengenali teknologi yang ada untuk mendukung pengajaran.

IoT yang menjadi bagian literasi digital pun tak bisa lagi dipungkiri. Saat kita lebih terobsesi dengan sosial media dan gadget. Potensinya untuk mendukung pendidikan pun bukan tak mungkin. Walau paper-and-chalkboard adalah fondasi pedagogis pendidik. Memahami, mengaplikasikan, dan mengevaluasi teknologi dalam KBM pun menjadi peluang kemajuan. IoT pun akan menjadi salah satu peluang guru untuk memandang teknologi menjadi bagian pendidikan. Dan pada mindset kita, teknologi menjadi artefak kebudayaan generasi milenial saat ini.

Referensi: owasp.org | Rocha et.al, 2006 

Artikel lain tentang literasi digital:

Salam,
Wollongong, 09 Oktober 2017
06:18 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun