Mendikotomi belajar dan plesiran menjadi analogi yang dangkal. Pergi sekolah pun adalah plesiran. Karena aktivitas perjalanan dan menuju ke tempat lain serupa plesiran. Walau tidak membahagiakan, tak usah menyangkal kalau kadang kita bahagia menuju sekolah. Dan dalam perjalanannya pun, belajar pun kita lakukan. Begitu naif jika mengkondisikan belajar dibatasi tembok kelas, ceramah guru, dan nilai ujian.
Terkait ada kesan uang negara yang dipakai untuk plesiran itu kembali kepada pribadi masing-masing. Karena mungkin ada pula memakai biaya pribadi. Atau mungkin tabungan yang disisihkan dari uang bulanan, dsb. Tak bisa dipungkiri plesiran membutuhkan biaya. Dan juga tak bisa dipungkiri jika kita semua membutuhkan jalan-jalan. Sehingga, sisi menimbang peruntukan uang dalam plesiran bagi para penerima beasiswa pun sudah difikirkan dengan baik (sebaiknya).
Walau opini dalam artikel di atas sudah diklarifikasi empunya, namun medsos saat ini memang begitu sarkas. Banyak generasi pembaca judul dan pencari like dan komen belaka berlomba menyebarkan tanpa memahaminya. Sehingga esensi artikel tadi, atau mungkin artikel saya, menjadi satu entitas tersia saja.
Salam,
Wollongong, 08 Agustus 2017
01:13 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H