Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Buku Ini Saya Biarkan Mati

18 Mei 2017   18:50 Diperbarui: 18 Mei 2017   18:59 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candle and Old Book - ilustrasi: shutterstock.com

Jika banyak penulis mempromosikan bukunya. Maka saya malah membiarkannya 'mati'. Tidak banyak orang tahu buku ini. Yang sudah tahu dan sudah baca pun tidak sadar, jika buku buatan saya akan mati. Karena memang itu yang saya inginkan. Mereka lupa pada buku saya, sehingga kematian menyergapnya. Buku ini tidak mungkin hidup.

Hidup disini tidak secara literal, buku akan bernafas dan berbicara. Tapi penulis, pengarang, atau penerbit ingin bukunya hidup. Dalam arti buku ini terkenal. Buku tadi menjadi best-seller. Buku tadi diberikan makna dan juga kehidupan di tangan pembaca. Konsekuensinya, pengarangnya juga terkenal. Mungkin dari sisi ekonomi ia akan kaya.

Buku yang dihidupkan seperti ini akan dikenang. Akan terus dicetak berulang kali. Pembacas setianya akan membuat fan base. Lalu menunggu edisi atau lanjutan dari si penulis buku. Buku ini akan hidup di benak banyak orang. Untuk dihargai atau diapresiasi sebagai karya sastra kontemporer.

Sedang buku saya memang sengaja dimatikan. Karena isinya memang tentang kematian. Satu entitas yang semua orang percaya, namun takut menghadapinya. Buku ini memang berisi kisah-kisah kematian. Bahkan 'pelengkap' dari buku ini adalah aksesoris kematian. Sebuah hal yang tabu bagi sebagian orang.

Kain kafan saya sisipkan menjadi bagian dari matinya buku ini. Kain yang memang sejatinya untuk mengburkan jenazah seseorang. Kain kafan ini pun sudah mendapat percikan air mawar. Layaknya kain kafan yang terkena kulit jasad seseorang. Semakin lengkap nuansa kematian buku yang saya buat ini.

Saya juga khawatir jika kematian buku ini, memberinya nyawa. Nyawa yang hidup menghinggapi fikiran pembaca saat membaca. Ketakutan! Tapi bukan ketakutan seumpama melihat film horor. Tapi ketakutan dengan tekstur yang lebihi gaib. Bisa jadi, saat atau usai membaca buku ini, mimpi buruk akan datang. Ataupun sesosok roh akan menemani, atau bahkan merasuki. 

Tekstur ketakutan seperti ini yang saya ingin. Dari kematian buku ini, ia menghidupkan satu sisi mitos. Sebuah folklore atau word of mouth dari orang yang membacanya, Serupa urban legend yang tidak jelas asalnya. Tetapi terkesan nyata di masyarakat. Kesan yang menjadi sebuah nuansa yang memang coba saya cari.

Buku ini cukup sederhana dari desain dan cover. Hanya berkalang cover putih bersih. Dengan bagian dalam cover hitam. Ada penggambaran pocong di bagian belakang cover. Karena memang buku ini adalah buku pocong. Ia memiliki vibrasi pocong. Dari kain kafan sebagai pembatas buku. Sampai warna cover yang memang saya ambil untuk buku ini. Buku ini bisa disebut buku pocong.

Nah, sekarang pasti banyak yang heran buku apa yang sebenarnya saya jelaskan? Apa benar sebegitu seramnya?

Bagi orang yang mau membaca atau memilikinya bisa saya berikan cuma-cuma. Cukup inbox/email saya. Tetapi dengan satu konsekuensi, pembaca harus memberikan buku ke orang lain usai membacanya. Jangan pernah menyimpan buku yang saya beri. Begitupun dengan pembaca berikutnya. Berikan secara cuma-cuma buku saya ini.

Syarat yang cukup mudah bukan? Buku ini bukan untuk disimpan. Karena saya yakin buku ini bisa membawa 'bala' atau sial. Bukan berarti saya menyumpahi pembacanya mengalami hal-hal gaib atau aneh. Namun biarkan buku ini bertualang mencari tempatnya. Dengan kematian yang diembannya, buku ini patutnya dibiarkan mengalir. Ia akan menuju kematiannya, sendiri.

Salam,

Wollongong, 18 Mei 2017

09:50 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun