Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ramalan dalam Lagu Oemar Bakrie yang Tetap Aktual Hingga Kini

2 Mei 2017   09:46 Diperbarui: 2 Mei 2017   13:38 4348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ngopi by @iqbalrekarupa - ilustrasi: imgrum.net

Entah mengapa, lagu Guru Oemar Bakrie tak pernah lekang oleh jaman di kepala kita. Pesan dan wacana lagu ini tidak punah atau pupus sepanjang jaman. Diciptakan Virgiawan Listianto atau Iwan Fals di tahun 1981, lagu ini bukan sekadar inspirasi tapi wacana profetika. Ada pesan yang sampai sekarang faktual dan aktual, terutama menyangkut nasib guru dalam pendidikan Indonesia. Jika saja lagu ini diakronis atau lekang pada satu waktu, lagu Oemar Bakrie bisa dilupakan. Tapi lagu ini sampai saat ini bersifat sinkronis dengan keadaan kontemporer.

Pesan-pesan profetika dalam lagu Oemar Bakrie secara eksplisit dituliskan Iwan Fals. Berikut saya akan coba meraba dan menyajikan rangkaian semiotika dalam lirik lagu ini.

Tas hitam dari kulit buaya
Selamat pagi berkata bapak Umar Bakri
Ini hari aku rasa kopi nikmat sekali

Tas hitam dari kulit buaya adalah benda vintage dalam ikonisitas budaya. Sudah sangat jarang kita temui guru atau orang yang memakainya. Tas seperti ini awet dan liat termakan waktu dan usia pemakainya. Berbeda dengan tas backpack saat ini yang memiliki jangka waktu pemakaiannya. Kopi dan ucapan selamat pagi adalah rutinitas simbolis pekerja di era industrial. Guru dalam rangkaian bait ini menggambarkan jelas jika guru adalah pekerjaan, bukan sekadar profesi. 

Kopi yang diminum menjadi pesan jika hanya pagi di hari tersebut kopi dirasa nikmat. Karenad hari lain belum tentu nikmat? Seolah menggambarkan hari tersbut adalah hari baik. Dan baik seorang guru, hari gajian adalah hari dimana semua terasa ringan dan indah. Hari-hari di awal bulan yang membuat problema dan kerja dirasa ringan. Sehingga terasa nikmat kopi yang dirasa. Mungkin bukan hanya kopi, bahkan sarapannya dengan hanya sekadar telor ceplok.

Tas hitam dari kulit buaya
Mari kita pergi memberi pelajaran ilmu pasti
Itu murid bengalmu mungkin sudah menunggu

Kembali tas hitam disebutkan yang kini dirangkai dengan kondisi Oemar Bakrie dan muridnya. Tas hitam disini digambarkan dengan senioritas seorang guru. Guru baru atau guru-guru muda mungkin jarang yang mau memakai tas hitam dari kulit buaya. Tas ini hanya bisa menampung sedikit muatan. Sedang guru baru ingin tampil profesional, maka buku refernsi tebal dan segala peralatan mengajar butuh tas yang lebih besar.

Sedang ilmu pasti menjadi simbol Oemar Bakrie mengajar subjek yang spesifik. Ilmu pasti atau eksakta bisa jadi Matematika, Kimia, Biologi, dll. Ranah ilmu eksakta yang tentunya bukan diajarkan di tingkat dasar. Namun tingkat menengah dan atas. Pun lirik berikutnya pun menandakan murid bengal atau nakal terkait pada satu golongan usia. Kebengalan menjadi ciri remaja dimana pada usia ini pemberontakan umum ditemui.

Dalam lirik terakhir, kata menunggu menjadi tautan kondisi guru saat ini pula. Sudah menjadi rahasia umum murid harus menunggu gurunya. Baik dalam konteks tepat di waktu kelas dimulai. Atau guru memang telat masuk ke dalam kelas, menunggu adalah kewajiban murid. Murid mau tidak mau harus taat pada hal ini. Bisa saja mereka beranjak pulang jika guru telat 30 menit sampai 1 jam. Namun hal ini dianggap 'tabu'.

Laju sepeda kumbang dijalan berlubang
Selalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang

Ngopi by @iqbalrekarupa - ilustrasi: imgrum.net
Ngopi by @iqbalrekarupa - ilustrasi: imgrum.net
Kembali ikonositas sepeda kumbang mengaitkan usia tua dan senioritas guru Oemar Bakrie. Di jaman sekarang mungkin sudah sangat jarang ditemui guru dengan sepeda kumbang. Mungkinpun, hanya para antusias penyuka benda vintage yang masih memakai sepeda kumbang atau ontel ini. Dan memang sepeda kumbang adalah moda transportasi umum di jaman Jepang. Sepeda kumbang sudah ada sejak tahun 1916.

Namun simbolisme sepeda kumbang ini jangan pula ditelan mentah-mentah. Sepeda kumbang menjadi tanda kesederhanaan dan perjuangan guru. Sepeda kumbang jaman modern bisa jadi motor yang dicicil setiap bulan oleh para guru. Motor adalah sesuatu yang umum ditemui sekarang. Guru dengan mobil mewah mungkin masih bisa dihitung. Guru yang memakai mobil bisa jadi ada di kota besar atau bersertifikasi resmi. Motor menjadi andalan guru untuk berkendara ke sekolah.

Dan jalan berlubang pun menjadi kondisi yang masih umum di Indonesia. Dari tahun 1980-an saat lagu ini dinyanyikan, sampai sekarang. Jalan berlubang bukan lagi hal baru. Namun jalan berlubang pun bisa bermakna susahnya hidup seorang guru. Pesan idiomatis gali lubang tutup lubang menjadi referensi tautan tanda jalan berlubang ini di kepala kita. Betapa sulitnya kehidupan guru dengan utang sana sini hanya agar dirinya bisa kembali mengajar muridnya di sekolah.

Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang
Banyak polisi bawa senjata berwajah garang

Bapak Umar Bakri kaget apa gerangan?
“Berkelahi pak!” jawab murid seperti jagoan

Dua lirik ini sebenarnya berada dalam chord yang berbeda. Namun saya jadikan satu karena satu rangkaian maknanya. Sebuah fenomena tawuran antar sekolah yang sejak dulu menjadi penyakit dan warisan sekolah. Dan fenomena ini menjawab kebengalan murid di lirik sebelumnya. Berkelahi di lagu ini digambarkan begitu dramatis sampai polisi membawa senjata. Ditambah berwajah garang yang menyiratkan betapa perkelahian ini begitu gawat. Jarang rasanya perkelahian siswa di kelas dalam satu sekolah sampai membawa polisi ke tempat kejadian perkara.

Dan tawuran nampaknya tidak juga hilang di sistem sekolah di Indonesia. Tidak hanya di sekolah di kota besar, beberapa daerah pun membibitkan gejala tawuran ini. Bahkan ada di Semarang dua sekolah SD yang tawuran. Sudah begitu liar dan viralkah kondisi kebengalan siswa di Indonesia? Saat fenomena tawuran bukan lagi melekat pada tingkat SMP/SMA, anak SD pun bisa melakukannya. 

Bapak Umar Bakri takut bukan kepalang
Itu sepeda butut dikebut lalu cabut kalang kabut (Bakri kentut)
cepat pulang

Busyet... standing dan terbang

Wajar jika seorang guru pun akan menyelamatkan diri dengan pulang daripada menyaksikan tawuran. Namun yang menggelitik dari lirik ini adalah sepeda butut yang dikebut (lalu kentut) lalu standing dan terbang. Secara eksplisit kita akan memahaminya sebagai humor. Ditambah lagu ini pun bernuansa balada dengan ritme cepat dengan rima akhir kata yang serupa. Wajar jika ada bumbu humor untuk menggambarkan ketakutan seorang guru jika melihat tawuran muridnya.

Namun kembali, fenomena tidak perduli guru terhadap fenomena tawuran juga faktual saat ini. Karena hal ini terkait dengan deficit theory dalam pendidikan. Teori ini menyinggung bahwa siswa low-achievers akan selamanya tidak bisa mendapat kemajuan. Hal ini bukan menjadi 'salah' guru atau sistem pendidikan akan hal ini. Namun sifat ini adalah pembawaan (innate) dari siswa tersebut. Dan tawuran akan terus menjadi urusan siswa dengan diri dan atau orangtuanya.

Umar Bakri Umar Bakri
Pegawai negeri
Umar Bakri Umar Bakri
Empat puluh tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati

Umar Bakri Umar Bakri
Banyak ciptakan menteri
Umar Bakri
Profesor dokter insinyurpun jadi
(Bikin otak orang seperti otak Habibie)
Tapi mengapa gaji guru Umar Bakri
Seperti dikebiri

Dua baris lirik ini menjadi satu rangkaian 'tragedi' aktual guru di Indonesia. Sebuah isu yang diketahui merugikan guru. Namun pihak terkait tidak sepenuh hati dan upaya memperbaikinya. Dan bukan rahasia lagi, jika ganti Mendiknas maka ganti pula sistem pendidikan kita. Tak ayal, nasib guru pun akan terpengaruh. Saat gaji tunjangan guru tinggi. Begitupun work load dan tanggung jawab yang dibebankan pada guru.

Kembali gambaran guru sebagai pekerja ditegaskan dalam lirik ini. Jadi guru jujur berbakti memang makan hati menjadi aib yang dibiarkan terbuka di ruang publik. Masih banyak fenomena guru 'menggoreng' proyek sekolah atau penelitian. Tak lain hal ini dilakukan demi 'kesejahteraan' individu atau kelompok guru. Saat berbicara pemenuhan kesejahteraan, maka sikut sana sini bukan lagi hal yang luar biasa.

Ditambah gaji yang dikebiri, menggambarkan pesan profetika dalam lagu ini benar adanya. Sunat-menyunat gaji, tunjangan, atau sertifikasi menjadi rahasia bersama dibawah tangan. Antara oknum penyunat dan yang disunat sama-sama tahu. Dan yang terpenting ke dua belah pihak sama-sama untung. Namun benarkah demikian? Tapi daripada guru tidak menerima apa-apa sama sekali bukan.

Tepat jika guru akan selalu membuat mentri, dokter, insinyur atau Habibie baru di negri ini. Namun mereka kadang lupa siapa guru mereka dahulu. Banyak yang masih sekadar ingat guru mereka dulu. Namun sedikit yang kembali mengapresiasi guru mereka. Murid-murid yang guru ajar tentu diharapkan menjadi orang besar nanti. Menjadi seorang yang mereka cita-citakan sendiri. Dan guru mungkin akan tetap menjadi guru seperti Oemar Bakrie yang sudah 40 tahun mengabdi.

Adakah pesan dan makna dalam lagu ini tidak sesuai nasib dan keadaan guru saat ini? Inginnya saya, pesan dalam lagu ini menjadi sejarah. Bukan lagi pesan profetis yang menggambarkan kejadian 10-20 tahun ke depan. Walau guru menjadi satu elemen dalam pendidikan. Namun akankah ada pendidikan tanpa guru?

Selamat Memperingati Hardiknas

(dengan lagu Guru Oemar Bakrie kita nyanyikan bersama)

Salam,

Wollongong, 2 Mei 2017

12:46 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun