Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mari Mengenal Apa Itu Ketimpangan Digital (Digital Divide)

17 April 2017   21:23 Diperbarui: 28 Mei 2019   13:55 2608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada konteks kritikal, contoh sederhana adalah berita hoax lewat grup chat. Betapa dahsyat dampak berita yang bagi kita begitu menarik berdasar SARA, pilihan calon pemimpin, parpol, dll. Namun ternyata begitu menipu dan merugikan bagi sebagian orang. Begitupun pada konteks retoris yang mencoba menrefleksi teknologi pada kehidupan manusia. 

Contohnya adalah konflik jasa transportasi online dan konvensional. Saat inovasi teknologi global berbenturan dengan medium ke-lokalan, maka gesekan tidak dapat dielakkan.

Jika kita coba kecilkan gap DDiv di Indonesia ini, katakanlah, 10-15 tahun ke depan ditanggulangi dengan aspek infrastrutur semata. Sehingga kesetaraan akses, teknologi, sumber daya, dll di seluruh Indonesia tercapai. Namun apakah dunia akan berada di tahap yang sama 10-15 ke depan? Apa yang terjadi mungkin saja DDiv yang lebih besar dan kompleks.

Ada baiknya DDiv kontemporer ini dibarengi dengan literasi digital yang baik. Dan semua dimulai dari sekolah. Saat guru tidak sekadar mengaplikasi teknologi dengan pola drill-and-kill, maka wacana holistik ICT bisa difahami. DDiv antar generasi merupakan fakta yang tidak terbantahkan. Namun jangan sampai DDiv dalam perspektif holistik (fungsional, kritikal, dan retoris), dipelajari secara parsial.

Referensi: Buku Putih Kominfo 2015 | Google and Digital Divide by Elad Segev, 2010 | Multiliteracies for a Digital Age by Stuart A. Selber, 2004 | The Digital Divide by Beth Braverman, 2016 | 

Artikel menyoal literasi digital:

Salam,

Wollongong, 18 April 2017

12:25 am

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun