Sehingga, aksi mengurangi kejahatan begal akan benar secara moral, jika tanpa simulakrum (citra yang tumpang-tindih). Andai pihak kepolisian Lampung tidak perlu mengunggah foto ini dan hanya untuk kalangan pribadi. Mungkin kepala kita tidak akan penuh dengan simulakrum ini.
Yang terjadi di kepala kita adalah war porn. Kekerasan yang ada hanya sekadar show of force, atau vanity (kesia-siaan). Citra ini menjadi konsumsi bak reality show di televisi. Acara yang menggugah emosi, konflik batin dan kesia-siaan.Â
Ada yang berkesumat saat menontonnya. Ada yang meneteskan airmat pula. Dan setelah menontonnya, kita tidak begitu faham value dan moral dari tontonan tadi. Karena realitas tadi diulang-ulang, dengan kita tak perlu repot menengok apa yang terjadi di dalam kepala kita.
Citra yang saling tumpang-tindih ini akhirnya membawa war pornography laiknya melihat iklan. Kita tahu iklan ada, namun mungkin kita tidak ingin membeli produknya. Kita tahu ada begal, namun tidak percaya aksi penumpasannya. Semua karena kelindan simalkrum yang ada dalam kepala kita. Andai kita mengerti.
Referensi: Baudrillard studies | Jane Baudrillard by Richard Lane, 2012 Â
Salam,
Wollongong, 07 Mei 2017
10:36 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H