Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apakah Anda Terjangkit 'Penyakit' Nostos?

16 Desember 2016   20:58 Diperbarui: 17 Desember 2016   06:38 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut laporan di tahun 1867, terjadi 2588 penyakit nostos yang dialami para tentara di Perang Dunia 1. Diantaranya, ada 13 tentara yang tewas karenanya. Jumlah ini mengindikasikan dampak fatal penyakit nostos kepada tentara yang telah gugur. ('Sanitary Memoirs of the War" US Commission. NY 1867)

Dalam laporan Cyclopedia of Practical Medicine di tahun 1833, penyakit nostos didefinisikan sebagai perasaan tertekan dari seseorang yang jauh dari asal mereka. Mereka dihantui rasa ingin pulang yang menggebu, ingin bertemu keluarga atau teman-teman mereka ... "

Lalu apa sebenarnya penyakit nostos?  Mungkin bagi kebanyakan kita akan sangat asing dengan kata nostos. Namun kata ini akan sangat familiar jika kita sebut nostalgia. Ya, nostalgia pda awal abad 18 dan 19 dianggap sebagai sebuah 'penyakit' psikis yang berbahaya.

Nostalgia sendiri berasal dari dua kata Latin yaitu 'nostos' dan 'algos'. Nostos adalah dalam literatur Yunanu Kuno adalah seorang pahlawan. Konon, ia pulang dari peperangan setelah sekian lama. Dalam literatur Homer yaitu Odyssey, Nostos dituliskan pulang dari peperangan di kota Troya. Karena rasa rindu yang amat menggebu dari Nostos, maka perasaan ini pun dikoinkan dengan kata nostos. 

Sedang algos berarti rasa sakit. Kata nostalgia sendiri dikoinkan seorang siswa kedokteran Swiss bernama Johannes Hofer di tahun 1688. Pengamatannya pada para tentara ini diacu sebagai Schweizerheimweh atau Swiss homesickness. Para tentara mengalami depresi saat mendengar suara bel sapi yang mengingatkan kampung halaman mereka di Swiss. Sehingga, nostalgia pada waktu itu diacu sebagai 'penyakit'. Lalu buku manual kedokteran tentara di Perancis di tahun 1754 pun memuat nostalgie sebagai 'penyakit' para tentara.

Namun pandangan pada nostalgia saat ini berubah 180 derajat.

Nostalgia saat ini bukan lagi menjadi sebuah 'penyakit' psikis. Nostalgia merupakan perasaan wajar dan positif. Ia menjadi sebuah sarana pelepasan kejumudan waktu dan tempat. Nostalgia bisa menguatkan seseorang dalam masa sulit dan bahkan depresifnya. Nostalgi adalah memori jangka panjang yang tersimpan dengan baik.

Bayangkan kita tiba-tiba merasakan masakan yang rasanya mengingatkan rasa masakan ibu kita dulu. Kita menjadi begitu bernostalgia. Bukan untuk bersedih karena masakannya. Tetap menjadi sebuah rasa syukur kita memiliki ibu yang pintar memasak. Ia pun menjadi sebuah rasa untuk mengingatkan kita untuk mendoakan ibu kita. Karena mungkin ibu kita telah tiada. 

90's Festival Poster Jakarta - ilustrasi: infojakarta.net
90's Festival Poster Jakarta - ilustrasi: infojakarta.net
Karena terhanyut dengan nostalgia berlebih nampaknya juga tidak memberi dampak positif. Bangsa Romawi menyebut nostalgia juga dengan istilah memoria praeteritorum bonorum atau masa lalu selalu akan diingat dengan baik.

Tidak hanya rasa rindu pulang, masakan, mainan, bau, lagu atau apapun yang membangkitkan nostalgia kita. Di sisi lain, nostalgia juga memiliki rasa penyesalan dan bersalah. Rasa penyesalan timbul akibat kejadian masa lalu yang dilakukan kurang baik. Sedang rasa bersalah muncul akibat penyesalan mendalam dari segala sesuatu yang kita dahulu tidak bisa kita benahi. Perasaan negatif ini mungkin muncul dari nostalgia. 

Nostalgia pun menjadi sebuah strategi marketing yang kini kian gencar dilakukan. Lihat saja munculnya kembali game Mario dengan format baru. Atau game Pokemon yang kini lebih canggih dari sekadar tukar kartu dan dalam bentuk tamagochi. Begitupun dengan film-film lama yang di-recycle kembali. Sebentar lagi ada versi 'human' dari film kartun 2D Beauty and the Beast tahun 90-an dulu. Atau serial Netfilx 'Series of Unfortunate Events' dari novel karya Lemony Snicket di tahun 1999 dan film layar lebarnya di tahun 2004 dulu.  

Di Indonesia pun terjadi 'kebangkitan' nostalgia ini. Muncullah film 3 Dara di tahun 2016 yang film aslinya diproduksi tahun 1956. Yang paling terkenal mungkin film Warkop DKI Reborn yang merupakan film 'cameo' dari kejayaan trio Dono, Kasino, dan Indro di tahun 80-90-an. Di dunia musik pun muncul 'The 90's Festival' yang dihelat tahun lalu di Jakarta. Festival ini tak lain menyatukan semua memori nostalgia dari anak-anak yang lahir tahun 80-90-an. Atau lagu-lagu tahun 90-an yang didendangkan kembali oleh musisi baru saat ini.

Jadi, apakah anda terjangkit penyakit nostos atau nostalgia? Tergantung kita memahaminya nostalgia sebagai perasaan positif atau negatif.

Referensi: etymonline.com/nostalgia | psychologytoday.com/the-meaning-nostalgia

Salam,

Wollongong, 17 Desember 2016

12:58 am

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun