Sehingga analogi ini, mulut vs tangan kembali klop dengan judul diatas. Kita lebih suka apa yang bermanfaat untuk diri (dengan mulut) dibanding memberi untuk orang lain (dengan tangan). Kita lebih suka berbicara untuk berbagi beban diri daripada menulis untuk berbagi ilmu yang kita punyai.Â
Tidak semua orang berbakat menulis. Namun bakat menulis itu pun bukan bakat untuk  beberapa orang saja. Menulis adalah talent learned, bakat yang dipelajari. Pilihan kata learn dalam bahasa Inggris mengacu untuk belajar yang casual, informal, bahkan seumur hidup. Sehingga ada istilah life-long learning, bukan life-long study. Karena study terlalu rigid, formal dan terbatas. Kita studi di SMP/SMA untuk 3 tahun, bukan untuk selamanya bukan?
Jadi, daripada terlalu banyak ngomong sehingga ngelantur kemana-mana, mulai latih tangan untuk menulis. Yakinlah, perkataan kita mudah dilupakan atau dipelintir orang lain.Namun tidak dengan tulisan kita. Pramoedya A.T di bukunya Demi Demokrasi pernah menulis:
"Sebagai pengarang, saya lebih percaya kepada kekuatan kata daripada kekuatan peluru yang gaungnya hanya akan berlangsung sekian bagian dari menit, bahkan detik"
Salam,
Wollongong, 01 Desember 2016
07:39 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H