Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Andai Umat Bersatu Seperti Unjuk Rasa 411 untuk Intan Olivia

15 November 2016   10:05 Diperbarui: 15 November 2016   10:12 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai orangtua, siapa yang tidak sedih dan luka anaknya dilukai orang lain. Bahkan direnggut nyawanya, bukan lagi nelangsa yang dirasakan. Saya sebagai orangtua mungkin merasakan apa yang dirasakan orangtua Intan Olivia Marbun. Salah apa anak usia 2 tahun dilukai bom molotov? Dan akhirnya tidak mampu ditolong nyawanya? Apa yang dilihat pelaku pelempar bom molotov saat anak-anak sedang bermain di pelataran gereja? Sebegitu busukkah nurani mereka?

Hati geram dan marah dengan perbuatan pelaku. Saya pun memberi banyak doa penguat untuk orangtua Intan Olivia tulus dari saya. Dan dengan tegas saya menyatakan apa yang mereka lakukan bukan atas nama agama dan tuhan. Agama mana yang menganjurkan menyerang anak tidak bersalah? Tuhan mana yang berkalam harus membunuh anak kecil demi masuk surga? Dan atas nama perikemanusiaan, tindakan mereka sungguh tidak terperi dan termaafkan.

Dan di tengah keruhnya isu Ahok dan dugaan penistaan agama, peristiwa di Samarinda menyiratkan beberapa hal. Pertama, masih ada saja oknum yang menganggap pelemperan molotov ini sebagai pengalihan isu. Saya hanya bisa ngelus dada dan prihatin dengan pikiran seperti ini. Piciknya jiwa dan hati mereka yang mengaku alim memandang ini sebagai pengalihan isu. Sedang jelas ada anak berusia 2 tahun yang menjadi korban.

Jika pelaku memang mau menjadi martir, coba lawan pihak aparat bersenjata. Ada perlawanan berarti dan heroik saat para martir ini berhadapan dengan pihak yang setara. Mereka saling memiliki senjata. Namun tidak di negri ini tentunya. Pergi ke negara dengan aparat yang juga menistakan agama si martir. Negara yang berkonflik purely atas nama penistaan dan genosida agama tertentu. Yang saya kira belum muncul di bagian dunia manapun saat ini.

Kedua, saat dugaan penistaan agama oleh Ahok umat mayoritas bergerak bersama, kenapa tidak dengan kasus Intan Olivia? Apa karena Intan tidak beragama serupa umat mayoritas? Sehingga umat pilih diam dan lebih baik terus nyinyir soal isu Ahok saja. Saya dan mungkin banyak orang di agama yang saya peluk pasti tidak setuju kasus pelemperan molotov ini. Dan saya yakin pula, para pelaku bukan bagian dari agama yang mengajarkan kedamaian dan kesejukan ini.

Hati-hati kami umat mayoritas sejatinya miris atas kasus Olivia ini. Hati kami tergerak dengan nurani dan kasih sayang murni. Namun bukan dengan demo yang cenderung keruh dengan kepentingan. Andai kami upayakan kami bisa berunjuk rasa, mungkin jutaan dari kami yang bergerak ke jalan. Namun kami pilih diam. Dan saya yakin dalam hati-hati kami riuah dan bergolak terus mendoakan Intan. Juga mendoakan negara ini tetap utuh.

Dan andai umat bersatu seperti unras 411 kemarin, mungkin akan lebih masif dan nyata. Kami akan bergerak karena tulusnya niat menyatakan bahwa agama kami agama yang damai dan sejuk. 

Marilah bergerak dan merapatkan barisan bersama sebagai umat mayoritas menyatukan bangsa. Tak usah lagi gontok-gontokan oknum gila kuasa menggiring kita menuju perpecahan. Tak perlu lagi diadu domba atas nama agama. Namun sejatinya ditutupi dengan topeng politik menelisik kuasa. Mari mencoba berfikir jernih dan kritis memahami apa saja yang terkait akidah. Sudah cukup negara ini ditorehkan konflik agama. Namun sejatinya kita masih utuh bersatu.

Salam,

Wollongong, 15 November 2016

02:05 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun