Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karya Karma Bagian 14

28 Oktober 2016   18:31 Diperbarui: 28 Oktober 2016   18:38 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disclaimer:

Gore-horror theme. Karya fiksi ini berisi kekerasan, darah, dan kata-kata kasar. Bagi yang tidak berkenan, cukup membaca sampai disini. Salam :-)

“Rencana A begitu. Tapi kalau terjadi suasana gawat. Segera bungkam dan habisi target.” Irham berkata tegas.

Danu yang dari tadi terdiam memperhatikan mengetahui ada rasa takut pada teman-temannya. Karena Danu sudah pelajari berkas target, W. alias Wardah. Ia bukan polisi sembarangan. Dan Danu tahu apa yang akan mereka hadapi suasana hidup dan mati. Sepertinya hal ini Danu bias rasakan di nada bicara Irham yang ragu. Namun ia tutupi dengan nada yang cukup tegas. (Bagian 13)

* * *

"Abah, saya mau bertanya?" W. menghampiri Abah yang terduduk di samping tempat tidur. Di remang cahaya sore dari jendela penginapan ini, tua wajah Abah semakin terlihat sayu dan kuyu.

"Ada apa nak?" Abah menoleh ringan. Masih nampak di kerut wajahnya, rasa menunggu. Entah itu apa.

"Abah tahu siapa Mariam?" W. bertanya lirih menandakan keraguan. Namun hati memaksanya untuk bertanya.

"Mariam si pejabat yang Abah amputasi tangannya?"

"Iya benar dia Abah."

"Dengan kata lain, kamu belum selesaikan tugasmu? Kalau Mariam sudah kamu habisi, kamu tidak akan banyak bertanya bukan?" Abah merubah posisi duduknya. Kini ia menghadap W. yang sedang berdiri. Sebuah roman serius tersirat di mata Abah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun