"Kemari kau keparat!! Aahhgg..!!" Johan hendak berdiri namun kail yang tersangkut di tubuhnya memendarkan sakit yang sangat. Tubuhnya pun sudah lemah tiada tenaga. Johan hanya terduku menahan sakit.
"Mau apa kau bajingan?? Sudahi saja nyawa kami." Mariam menjawab lemah.
"Ah, tenang Tuan dan Nona. Saya hanya mau meninggalkan box besar ini. Ini bagian dari diri Anda Nona Mariam. Masih ingat?"
"Jangan bilang itu tangan kananku?? Mau kau apakan hah??!" Mariam tersulut emosinya.
"Tuan dan Nona belum pernah merasakan rasanya menjadi bangkai? Di kerubungi ratusan bahkan ribuan lalat? Lalu lalat ini membenamkan larvanya menjadi belatung? Nah, saya bawakan lalat itu di box ini. Nona Mariam, ternyata tangan kanan Anda cepat membusuk juga ya? Sebusuk perbuatanmu. Ya sebusuk perbuatanmu." Usai berkata demikian, Abah membuka box.
Bau bangkai segera menyerang hidung. Ribuan bahkan jutaan lalat segera berhambur keluar. Lalat ini memenuhi ruang yang juga sudah penuh bau memuakkan dan apak. Di dalam box, ribuan lalat masih mengerubungi tangan kanan Mariam yang mulai membiru dan menjijik. Persis seperti tikus mati yang bangkainya membusuk diujung selokan.
"Sial kau keparat!!" Johan mengumpat.
"Lalat-lalat ini semoga bisa menemani Nona dan Tuan di ruang Kesempurnaan ini. Karena jijiknya belatung di tubuh kalian tidak sebusuk apa yan gtelah kalian lakukan. Selamat siang Nona Mariam dan Tuan Johan." Abah segera menutup pintu ruang Kesempurnaan.
Ribuan lalat segera menghinggap dan menyeka luka bau anyir Mariam dan Johan. Johan berteriak-teriak bak orang kesurupan. Mariam terdiam menahan badannya yang tiada lagi sanggup hidup.Â
'Setidaknya lalat ini tahu kalau badan ini sudah mati.....' fikir Mariam.
* * *