Jangan-jangan anak saya diberikan vaksin palsu? Kiranya kalimat tanya sekaligus panik ini yang ada dalam benak tiap orangtua di Indonesia saat ini. Betapa ngenes sekaligus pasrah jika benar-benar vaksin yang selama ini diberikan ternyata palsu. Mulai dari anak 0 bulan sampai 12 tahun, anak sudah dan akan diberi vaksin imunisasi. Mungkin saja dari 5 vaksin wajib terindikasi palsu?Â
Saya sebagai orangtua yang benar-benar awam soal farmasi tentunya sangat percaya atas apa yang tenaga kesehatan beri. Baik itu di rumah sakit, bidan, klinik sampai di Posyandu dekat rumah, bisa saja vaksin yang diberikan kemungkinan palsu. Siapa yang tahu selain pihak terkait dan produsennya terkait isu yang fenomenal ini?
Dari tahun 2003 sudah terendus produksi dan distribusi vaksin palsu ini. Dan untuk saat ini ada 12 nama vaksin yang diduga telah dipalsukan. Skeptisisme publik pun tentunya muncul. Jangan-jangan masih banyak vaksin lain? Masa selama hampir 13 tahun hanya 12 vaksin tersebut yang diproduksi? Bisa saja 12 vaksin tadi adalah the tip of the iceberg? Atau beberapa oknum yang ditangkap di beberapa daerah adalah bagian kecil kartel produksi vaksin palsu ini?
Apakah produsen vaksin palsu ini tidak memiliki hati nurani? Bagaimana jika vaksin yang mereka buat berbahaya. Walau hasil test BPOM menganggap vaksin palsu terindikasi tidak berbahaya. Jangan-jangan statement ini hanya sekadar ucapan agar publik tidak panik. Karena jika otoritas terkait mengatakan vaksin palsu ini berbahaya, tidak terbayang jumlah serangan jantung kecil yang orangtua alami di Indonesia.Â
Setiap orangtua pun berharap cemas apa yang mungkin terjadi? Kedua anak saya semua sudah divaksin untuk imunisasi. Namun asli atau palsunya hanya bisa berserah pada pihak terkait. BPOM dan Kemenkes pun sebaiknya bertindak cepat. Menyita dan menyetop distribusi vaksin yang terjadi. Dan lebih penting, menarik peredaran vaksin yang terlanjur tersebar.Â
Berapa ribu bahkan juta anak Indonesia yang mungkin mendapat vaksin palsu? Berapa banyak uang yang harus tersia untuk membayar vaksin palsu ini? Dan tidak terhitung betapa cemas dan khawatir orangtua yang daerahnya terindikasi terdapat peredaran vaksin palsu ini. Mengatakan kandungan vaksin dianggap tidak berbahaya malah menimbulkan banyak pertanyaan.Â
Pihak-pihak yang anti vaksin mungkin saat ini bergembira. Betapa keyakinan mereka terpupuk kian kuat. Apatisme mereka pada kandungan vaksin semakin subur saat tahu vaksin di Indonesia terindikasi palsu. Walau tidak semua vaksin palsu. Namun kembali, jangan-jangan isu yang muncul ini serupa gunung es yang terapung. Sekarang kita melihat ujungnya saja.
Saat ini banyak orangtua berharap kasus ini segera terungkap. Dan tentunya tidak sekadar pelakunya tertangkap lalu dijebloskan ke penjara. BPOM sekaligus Kemenkes harus segera belajar dari kasus ini. Fungsi mengawasi BPOM tentunya harus semakin ketat. Kemenkes pun harus benar-benar menguji vaksin yang kadung terindikasi palsu. Dan hasilnya pun jika berbahaya harus dengan segera memberi solusi. Entah dengan vaksin asli yang diberikan kembali. Atau entah dengan 'penawar' dari vaksin berbahaya tadi.
Saya sebagai orangtua yang awam betul soal masalah vaksin tentu berharap jalan terbaik. Siapa yang mau generasi penerus bangsa bukannya menjadi pribadi kuat dan sehat malah menjadi generasi ringkih. Dan terus berdoa semoga vaksin yang sudah diberikan ke anak bukan vaksin palsu. Dan terutama, tidak berbahaya.
Salam,
Solo, 28 Juni 2016
01:43 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H