Jika satu komponen seperti kurikulum di-update (baca: diganti), tak ayal harmonisasi sistem terganggu. Maka komponen pendidikan lain yang terkait dan terpadu pun harus menyesuaikan komponen yang diganti. Saat peserta didik masih meraba buku pelajaran dengan kurikulum baru dan guru masih sibuk mengurus adiminstrasi kepegawaiannya, kurikulum baru pun masuk. Semesta dimana manusia dan sistem berpadu terusik. Tak ayal, semesta pendidikan bak di-reboot. Semua demi kepentingan tuntutan jaman.
Padahal tuntutan dasar yang paling dasar menjadikan manusia Indonesia sebagai bangsa Indonesia kian dilupakan.
Saatnya Kembali ke Dasar Negara untuk Semesta Pendidikan
Semesta pendidikan Indonesia seharusnya kembali ke 'trahnya'. Tidak perlu menekankan tuntutan jaman agar manusia Indonesia bisa bersaing. Saat identitas sejati mereka di dunia kian tergerus. Peserta didik malah makin bangga dengan mindset ke-Barat-baratan daripada menjadi Indonesia. Yang terjadi saat pemenuhan IT tanpa didampingi ideologi dasar yang kuat adalah individu dunia maya sesungguhnya. Individu yang tanpa batas negara, agama, kultur dan etnis. Andai mereka bisa menjadi individu yang bercorak Indonesia, mereka akan bisa berbudaya di dunia maya.
Perlu dibaca dan difahami ulang penjabaran Pancasila dan UUD 1945 untuk menjadi semestanya pendidikan Indonesia. Sudah banyak yang mengkritisi pemikiran amtenar pendidikan di atas sana. Mereka semua cendekia yang tidak terbatas ilmu dan kemanfaatannya. Namun sepertinya sudah lupa akan hal yang esensi, yaitu meng-Indonesiakan orang Indonesia. Karena toh anak SMP/SMA lebih takut nilai ujian bahasa Inggrisnya jeblok daripada nilai PkN yang biasa saja. Adakah usul konkrit menjadikan Pendidikan Kewarganegaraan (PkN) menjadi salah satu mapel dalam UN?
Konsep pendidikan sebagai gerakan semesta harus ditarik dari falsafah Pancasila. Falsafah hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia. Keunikan dan kekhasan tiap kultur dan etnis menjadi patokannya. Semua ditautkan dengan konsep keagaamaan dan kearifan lokal. Sanggup dan mampu kiranya para amtenar dan cendekia bangsa ini menyusun gerakan semesta pendidikan berdasarkan Pancasila. Ditambah doktor dan peneliti yang sudah sekolah dan malang melintang di dunia pendidikan dalam dan luar negri.
Di tanggal 2 Mei kemarin kita sudah memperingati Hardiknas. Dan bulan Mei ini menjadi Bulan Pendidikan Kebudayaan Nasional. Dan dalam momen 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, mari bersama mencoba merefleksi bentuk semesta pendidikan kita. Sudah saatnya slogan Revolusi Mental yang didengungkan pemerintah kita dijadikan pendorong memaknai Pendidikan Sebagai Gerakan Semesta. Kemendikbud beserta jajarannya harus mulai berbenah menjelang 2 tahun kepemimpinannya.
Belum banyak yang kita rasakan dalam semesta pendidikan yang berubah. Usah lagi perbanyak memenuhi tuntutan dunia dengan era yang berubah. Pendidikan sebagai pondasi kesinambungan bangsa sebaiknya harus kokoh. Kembali ke dasar negara sebagai pendorong semesta yang membangun menjadi jalan keluarnya. Pancasila berserta UUD 1945 sudah menggariskan hal ini. Visi pendiri bangsa sudah cukup jelas. Keragaman tidak semena-mena dikungkung dalam semesta pendidikan dari negara asing. Karena kita sudah punya dasarnya sejak dahulu.
Sudah saatnya manusia, sistem dan alam dalam semesta pendidikan negara untuk bangkit. Karena kita tahu kita bangsa kuat dan hebat.
Salam,