[caption caption="Child - foto: thoughtcatalog.com"][/caption]
Sebuah monolog seorang anak. Satu dari putaran yang lainnya.
Mah..mamah. Sebutan yang sering aku dengar ketika dalam janin. Samar kini sosoknya ada di hadapanku. Betapa lembut dekapannya. Betapa hangat cinta yang ia beri.Â
Itu apa mah? Benda di tanganmu? Begitu senang mamah melihat benda itu. Ia tersenyum. Sedang aku terus didekapnya. Mamah senang sekali. Satu tangannya ia pakai untuk memegang benda itu. Begitu lama ia memegangnya.Â
Satu tahun berlalu. Ketika benda yang mamah bawa, aku selalu diminta tersenyum. Karena mamah tersenyum. Aku pun tersenyum. Lalu seperti biasa, mamah akan melihat benda itu berlama-lama. Di dekat mamah aku cukup senang.Â
Mah..mamah, aku minta gendong. Walau aku sudah bisa berjalan, aku ingin digendong. Aku berkata sebisaku. Mamah lalu menggendongku. Walau wajahnya masam. Karena aku minta gendong saat mamah sibuk dengan benda yang digenggamnya. Setidaknya mamah menggendongku dengan benda itu. Mamah senang maka aku pun senang.
Mamah sering bermain denganku. Aku senang jika mamah menemani main. Beberapa mainan baru ia belikan. Mamah mengajarkanku membangun rumah dari balok. Sambil memegang benda yang ia terus pegang saat aku bermain. Sambil bermain mamah kadang memintaku tersenyum ke benda itu.Â
Senang rasanya bermain ditemani mamah. Mamah kadang senyum dan tertawa sendiri di depan benda yang dipegangnya. Ya, tepat setelah ia memfotoku. Lalu kembali sibuk dengan benda yang ia pegang. Beberapa lama kemudian, mamah akan mencubit pipiku. Sambil berkata, "Imutnya anak mamah."
Mamah pun sering mengajakku jalan-jalan. Ke tempat belanja mamah sering membawaku. Di kereta belanja mamah sibuk dengan benda yang ia pegang. Oya, tak lupa ia memintaku tersenyum. Sambil mendorong kereta belanja, mamah biasanya akan memfotoku. Lalu akan mendorongku di kereta belanja sambil sering tersenyum di benda yang ia pegang.
Saat makan bersama ayah, mamah juga sering memintaku tersenyum di depan benda yang sering ia bawa. Aku tersenyum dan setelahnya ayah dan mamah melihat benda di tangan mereka masing-masing. Aku senang sekali bisa makan bersama. Apalagi disuapi ayah. Ayah senang jika melihatku makan banyak. Sambil menyuapi, benda di tangan ayah selalu dihadapkan ke aku. Aku tersenyum ayah pun tersenyum.Â
Asyik, aku sudah punya seragam baru. Mamah memfotoku dengan HP-nya. Kini aku tahu benda yang selalu membuat mamah senang adalah HP. Aku juga sering memegang HP mamah. Ada banyak permainan mengasyikkan. Kini saat belanja dan makan bersama menjadi waktu paling menyenangkan buatku. Aku bisa memainkan permainan di HP mamah yang satunya. HPnya besar.
Di rumah, saat ayah pulang kerja aku pun bisa bermain HP mamah yang besar. Karena ayah capek. Aku harus bermain sendiri. Mamah dan ayah juga sibuk dengan HP-nya masing-masing. Mereka senang, karena senyum-senyum di depan HP mereka. Aku pun begitu.Â
Akhirnya aku dibelikan HP ku sendiri. Aku sudah berusia 7 tahun. Di sekolah aku tidak boleh membawa HP ku sendiri. Padahal aku ingin sekali membawa HP. Seperti mamah dan ayah, mereka selalu senang ditemani HP-nya. Kenapa aku tidak boleh. Sering aku menggerutu di sekolah. Belajar membosankan. Bermain game di HP lebih menyenangkan.
Tapi saat di rumah, aku selalu ditemani HP-ku. HP baruku sudah dibelikan casing baru. Aku suka gambarnya. Gambar tokoh kartun kesukaanku. Aku selalu menunjukkan pada mamah. Ia juga senang. Aku juga bisa memfoto mainanku, kamarku dan diriku sendiri.
Sering aku kirim fotoku ke ayah di kantor. Lewat Facebook yang dibuatkan mamah, aku juga berteman dengan teman-teman sekolahku. Aku dan teman-teman sering berbagi foto. Waktu mereka main atau piknik, mereka selalu membuatku iri. Aku, mamah dan ayah pun akan piknik ke tempat temanku piknik. Tidak lupa berfoto yang banyak. Biar mereka iri juga. Xixixi...
Yah, kenapa sudah hari Senin lagi. Harus upacara juga. Baju biru putihku belum mamah gosok. Kemarin jalan-jalan tiga hari ke tempat nenek, mamah lupa masukkan bajuku ke laundary. Dan di rumah nenek aku sangat tidak senang. Susah sinyal. Buka Instagram saja susah beud. Facebook apalagi. Andai rumah nenek tidak di pelosok desa. Huh..
Eh, temanku kok ada foto bareng sama cowo kelas lain. Jangan-jangan mereka pacaran? Sialan, aku ketinggalan update di Insta. Kayanya teman-teman bakal heboh. Duh, aku kudet banget deh bakal. Mamah dan ayah sih pake ngajakin aku ke rumah nenek lama-lama. Huffttt...
HP-ku minta yang baru lagi, rengekku ke ayah. HP-ku sudah jadul. Tapi ayah bilang HP-ku masih keren kok. Tapi temanku di IPA-1 sudah punya yang versi 7. Punyaku masih versi 6. Ayah bilang sama saja kok. HP ayah katanya saja masih jadul. Tapi menurutku, ya kan ayah dan aku beda generasi keuleuss...?
Mamahku akhirnya ku adukan. Dan yes, aku mendapat HP baru versi 7. Aku ga bakal kudet lhah di kelas. Besok biar aku tunjukkin ke kelas. Tidak lupa selfie bareng teman-teman. Lalu update di Twitter dan Instagram. Oya tidak lupa Line dan Path. Males lagi update di Facebook. Karena mamah dan ayah sering ngomel.
Gara-gara fotoku di Facebook saat pelajaran renang saja mamah dan ayah marah besar. Katanya fotoku terlalu vulgar. Padahal kan di kolam renang. Pakaianku dan teman-teman yang menyesuaikan dong. Terus kalau foto dengan baju di kolam renang, kenapa mereka sewot. Menyebalkan. Aku janji ga bakal post foto lagi di Facebook.
Oya, mamah juga sering ngomel ga jelas di rumah. Katanya aku kok ga ngerjain tugas kuliah. Malah melototin HP terus. Yaelah. Padahal tugas kuliahnya kan sumbernya di Google. Ya sambil sekali-sekali main game apa update status. Biar ga stress. Tapi mamah kadang terus ngomel. Bosen juga denger omelan kaya gitu dari zamanku SMA dulu.
Padahal mamah sendiri ya seharian ga bakal lepas HP-nya. Katanya sih jualan online. Tapi hidupnya kaya sudah online. HP mamah sudah kaya adek bayi. Digendong kemana-kemana. Disenyumin di semua tempat. Ketawa bareng HP tiba-tiba. Terus kenapa aku ga boleh sambil ngerjain tugas liat HP? Aneh?!
Oya, kadang risih juga ditanya foto siapa di wallpaper HP-ku. Ya mau ga mau ku akui dia pacarku. Mamah pernah bertanya nama, anak siapa dan asalnya dari mana? Ku jawab seadanya. Namun tidak dengan ayah yang tidak senang saat tahu asal daerah pacarku. Katanya itu asal daerah orang-orang yang kasar. Sejak saat itu, hanya mamah yang tahu hubungan aku dan pacarku.
Ayah begitu berat melepasku bekerja di luar kota. Namun tidak dengan mamah. Asalkan terus ngabari lewat WhatsApp, mamah setuju aku bekerja jauh. Dan sejak saat itu pula, hubungan aku dan pacarku semakin mesra. Kami bekerja di kota yang sama. Sampai kami berdua bulatkan ingin menikah. Lewat HP ayah coba ku yakinkan. Tapi ia tetap menolak.Â
Lewat mamah yang memohon ayahku, hari pernikahan kami pun meriah. Tidak lupa, kabar dan undangan kami sebar lewat sosmed. Selain ngirit undangan fisik, juga lebih cepat. Walau banyak yang tidak bisa datang di resepsi, aku cukup senang. Foto prewed dan on-the-spot sangat bagus. Akun Instagram aku dan istri penuh like saat kami upload foto-foto pernikahan kami.
Sudah 8 bulan anak kami dalam kandungan. Betapa senang bisa mengabadikan tiap bulan perut membuncit dengan akun Instagram buat anak kami sendiri. Akun yang khusus untuknya. emoga ia senang sudah bisa eksis sebelum lahir. Hehehe...
Hari persalinan pun tiba. Anak kami lahir normal. Seorang bayi perempuan yang cantik. Kami beri nama keren, sesuai nama di akun Instagram dan Path-nya.
Senyumnya kami abadikan dengan foto-foto yang berjibun. Anak kami selalu tersenyum di dekapan hangat mamahnya, dan di lembut cinta yang mamahnya beri. Bayi kami tersenyum di hadapan HP mamahnya.
Siklus pun o... berputar...
Salam,
Solo, 20 April 2016
11:00 am
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H