Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Horor Singkat Tercekat #40

29 Oktober 2015   23:01 Diperbarui: 29 Oktober 2015   23:01 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Rumah Angker - ilustrasi: m.thecrowdvoice.com"][/caption]

“Ken, jangan pergi ke sana!” larang Made lirih. Sembari perlahan maju, Kendra memasuki rumah kosong. Rumah yang sudah kosong sekitar 10 tahun lamanya. Gelap, using dan bau apak memenuhi ruangan. Kendra dan Made banyak dengar cerita orang, kalau disini banyak penampakan. “Ngga usah takut. Ayo...” Kendra menggeggam tangan Made. Tangan Made terasa dingin. “Dingin sekali tanganmu De?” Tanya Kendra sambil menengok. Yang ia lihat bukan Made, tapi sosok wanita. Wajahnya bersimbah darah. Lamat-lamat Kendra melihat mata sosok wanita tadi menggantung keluar.

- - o - -

Sudah 3 malam, Rindu selalu pulang setelah pukul 12 malam. Ibunya selalu bertanya kenapa. Tapi Rindu selalu menjawab singkat kalau ia rapat. Lalu pergi ke kamar untuk istirahat. Ibunya merasa khawatir kalau terjadi apa-apa. Dan malam Jumat ini pun begitu. Rindu belum juga pulang. Padahal hampir jam 12 malam. “Tok tok.” Pintu diketuk. Mungkin itu Rindu fikir sang ibu. ‘Masuk..” lirih ibunya menjawab. Rindu masuk ke rumah, dengan banyak sekali barang bawaan. “Dari mana nak?” Tanya sang ibu. “Saya dari luar kota bu. Sudah pamit kan sama ibu. Ibu pasti lupa. Kok ibu belum tidur jam segini?” Jawab Rindu sambil bertanya. Sang ibu hanya diam tercekat.

- - o - -

Hujan turun mengiringi dimasukkannya jasad Irma ke liang lahat. Kedua orangtuanya hanya bisa menangis. Mungkin air matanya mengalahkan derasnya hujan yang turun. Sang ibu masih tidak terima Irma yang masih 19 tahun pergi lebih dulu. Sungguh biadab perbuatan pacar Irma. Sang ayah selalu meneriaki sang pacar di kantor polisi sebagai ‘binatang’. Masih terlihat nyata dibalik bungkusan putih kafan, darah yang merembes keluar. Sedang Irma dalam bungkusan itu juga tidak berbentuk jasad dalam kafan seperti umumnya. Hanya badan dan kepala yang berada di dalam kafan bungkusan itu. Sedang ke dua kaki dan tangan sudah pacar Irma makan.

- - o - -

Malam semakin gelap saat pak Hendro menurunkan boks berisi ayam-ayam ke kandang besar. Dibantu Dirman, remaja kampung yang polos dan kadang sembrono, satu persatu box berisi ayam diturunkan. “Pak, yang ini ada ayam matinya 2.” Lapor Dirman. “Ya, kamu buang di pojok pohon sana. Ada kali kecil. Buang situ saja” perintah Hendro. “Baik pak..” Dirman melangkah cepat mendekati tempat yang di maksud. Ketika tangan hendak mengayunkan dua ayam mati bawaannya, Dirman malah terdiam. Memicingkan matanya dalam gelap, Dirman mencoba memastikan ada sosok beberapa langkah di depannya. Tepat di pinggir kali kecil. “Siapa itu?” Dirman beranikan bertanya. Sosok tadi menengok. Di mulutnya samar Dirman lihat ada darah. Juga ada bulu-bulu ayam mengotori sekitaran mulutnya. Matanya nanar merah menatap Dirman. Sosok tadi langsung melompat menyebrangi kali kecil. Dirman dengan hati berdegup kencang, terdiam menyaksikan apa yang telah terjadi.

Cerita lainnya:  #1 | #2 | #3 | #4 | #5 | #6 | #7 | #8 | #9 | #10 | #11 | #12 | #13 | #14 | #15 | #16#17#18#19#20#21#22|#23#24 | #25 | #26 | #27 | #28 | #29 | #30 | #31 | #32 | #33 | #34 | #35 | #36 | #37 | #38 | #39

Salam,

Solo, 29 Oktober 2015

11:02 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun