Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Serba-Serbi Ngamplop Kondangan di Solo

15 Agustus 2015   12:04 Diperbarui: 15 Agustus 2015   12:19 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nah, poin ini agak ironis dengan poin nomor 3. Karena kadang di ulem (undangan) ditulis kecil 'Tidak menerima amplop/hadiah/tamu dirumah'. Saya pernah bingung saat terlanjur membawa amplop, tapi tempat untuk memasukkan amplop tidak ada. Jadinya amplop kembali ke kantong. Karena beberapa resepsi memang sengaja tidak melakukan tradisi ngamplop atau kado. Ironisnya lagi, 'keterwakilan' Anda dengan amplop/kado tidak mungkin terjadi. Saat Anda tidak bisa hadir, maka tidak ada yang bisa menjadi 'wakil' Anda hadir. Atau tidak mungkin titip amplop ke teman yang hendak hadir. 

5. Siap-siap shock ngamplop di daerah tertentu

Pengalaman ngamplop yang rada shock juga pernah saya alami. Amplop yang saya coba masukkan kotak, malah sengaja diminta pager ayu. Lalu di depan mata kita langsung disobek dan diambil uangnya. Lalu dicatat nama saya dan nominal uangnya di buku serupa buku tamu. Saya hanya bisa senyum-senyum waktu itu. Hal ini terjadi di daerah yang masih pedesaan. Karena seringnya saya njagong di daerah kota atau pinggir kota hal ini tidak pernah saya temui. Uniknya, beberapa tamu undangan ada yang membawa hasil tani seperti beras, pisang, kelapa atau singkong ke meja pager ayu. 

Dan memenuhi undangan hukumnya tentu wajib bagi kaum Muslim. Dan saya fikir bermanfaat sekali menghadiri undangan pada umumnya. Karena selai menjalin tali silaturahim, menghadiri undangan juga menguatkan fondasi interaksi sosial. Menyumbang amplop memang bukan menjadi hal yang wajib ada dalam setiap resepsi. Namun saat budaya ada dan kita menegasi hal ini, saya fikir bukan hal yang baik. Karena kita tidak hidup sendirian.

Ada pun yang tidak menerima budaya amplop pada satu perhelatan, bukan berarti ia memarjinalkan budaya yang ada. Mungkin maksudnya si empunya acara agar tidak memberatkan yang diundang. Karena ada juga hal 'lucu' saat menerima ulem. Saat teman atau rekan lain tidak diundang, maka mereka malah mengucap syukur. Bersyukur karena tidak ada pengeluaran untuk amplop atau hadiah.

Mungkin itu beberapa pengalaman saya untuk serba-serbi ngamplop di seputaran Solo umumnya. Ada pun serba-serbi lain, mungkin bisa di-share di sini.

Salam,

Solo, 15 Agustus 2015

12:04 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun