Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Horor Singkat Tercekat #35

30 Juli 2015   23:06 Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:04 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="(ilustrasi: orig15.deviantart.net)"][/caption]

Sayup-sayup Anne mendengar suara sang ayah. Datang dengan langkah beratnya. Dengusan nafasnya. Tercekat, Anne bersembunyi di balik selimut. Lenguh ayahnya saat ini dekat denga telinganya. Bau alcohol pun tembus tercium d balik selimut. Ia benci sekali ayahnya. Ia seorang pemerkosa. Walau ia sudah mati pun.

- - o - -

‘Tok tok tok tok.. Permisi..’ suara pak Herman mengetuk. ‘Pak RT.. Pak! Tolong pak!’ ‘Ya... Sebentar pak!’ pak RT bergegas ke pintu. ‘Maaf pak RT. Tolong istri saya pak. Tolong pak’ pak Herman pucat dan resah. ‘Ada apa pak?’ pak RT menenangkan. ‘Pokoknya tolong pak!’ pak Herman memaksa. ‘Baik baik. Ayo segera ke rumah pak Herman’ ajak pak RT. Pak RT segera beranjak cepat. Pak Herman hanya berdiri diam. Sesampainya di rumah. Istri pak Herman tergeletak sekarat dengan busa di mulut. Pak RT segera menengok ke belakang. Pak Herman tidak ada. Masuk ke dalam rumah pak RT terkesiap. Pak Herman gantung diri. Tepat di depan pintu WC rumahnya.

- - o - -

Aku selalu tidak suka melihat anak tangga dekat dapur. Hampir setiap malam, ada yang aneh. Seperti ada kaki yang turun. Aku pun yakin itu hanya kaki. Karena tubuhnya tidak ada.

- - o - -

Iwan agak ragu turun dari angkot. Takut terjadi apa-apa dengan perempuan di bangku pojok itu. Mana sudah jam 11 malam. Iwan masih teringat jelas berita pemerkosaan di angkot di koran yang ia baca. ‘Bang! Mau turun dimana? Bentar lagi mau pulang saya?’ supir angkot mengaburkan lamunan Iwan. ‘Eh iya bang. Saya bareng mbaknya ini aja..’ Iwan mencoba mencegah kejadian yang tidak diinginkan. ‘Mbak yang mana bang? Abang dari tadi naek sendirian aja bang?’ ungkap si sopir angkot.

- - o - -

Menginap di tempat nenek selalu membuat Irin bergidik sendiri. Ia tidak ingin tidur sendirian. Ia selalu ditemai bibi Harsa di kamarnya. Irin tahu, hampir tiap malam tepat di pintu kamarnya ada yang mengetuk. Saat itu pun bibi Harsa memeluk Irin erat. Karena Irin hanya bisa menangis. Karena hanya Irin yang bisa melihat. Sebuah kepala muncul menembus pintu. Kepala yang lalu tengak-tengok ke tanpa memasukkan badannya. Kepala itu tanpa wajah.

Cerita lainnya: #1 | #2 | #3 | #4 | #5 | #6 | #7 | #8 | #9 | #10 | #11 | #12 | #13 | #14 | #15 | #16| #17| #18| #19| #20| #21| #22|#23| #24 | #25 | #26 | #27 | #28 | #29 | #30 | #31 | #32 | #33 | #34

Salam

Solo, 30 Juli 2015

11:07 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun