Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Horor Singkat Tercekat #34

23 Juli 2015   23:12 Diperbarui: 23 Juli 2015   23:12 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="(ilustrasi: o.aolcdn.com)"][/caption].

Sudah hampir pukul 11 malam, Dira belum juga datang menebus obat. Rumah sakit ini mulai sepi. Ku duduk tepat di depan bangsal. Pintunya sedikit terbuka. Ada sebuah pembatas berkelambu hijau menutupi pintu masuk. Ada sepasang kaki terlihat di bagian bawah. Mungkin suster, dari model sepatu dan kaus kakinya. Ku ingin bertanya konter tebus obat di RS ini untuk menyusul Dira. Begitu ku masuk dan menghampiri suster di balik kelambu di bangsal itu. Ku tidak menemui siapapun. Yang ku lihat sepasang kaki. Hanya sebatas dengkul, tanpa tubuh.

--o-- 

Ibu  selalu bilang kembaranku meninggal saat aku lahir. Namun yang ku rasakan sebaliknya. Ia hadir. Ia ada. Ia selalu kebawa di punggungku. Mungkin orang tidak melihatnya saja.

--o--

Felix terengah lelah akibat berlari. Gila, itu fikirnya. Teman-teman kempingnya sudah pada terbirit-birit begitu mendengar rintihan dekat tenda mereka. Mana sudah malam. Felix hanya melihat warung kopi kecil di pinggir jalan, tepat di pinggir hutan. ‘Pak, kalau bis jam segini ada gak ya pak?’ bertanya Felix singkat. Si penjual kopi membelakangi Felix . Si penjual pun menengok ‘Krrraaaak...!!’ Kepalanya berputar 180 derajat. Wajahnya pun menyeringai melihat Felix.

--o--

‘War, cepet lu kesini!’ berbisik lirih Galih di HP-nya. ‘Lu dimana Lih?’ Tanya Anwar bingung. ‘Di belakang lu War.’ Segera berbalik Anwar, tapi tidak melihat siapapun. ‘Jangan bercanda lu Lih!?’ ‘Tuutt..’ telpon pun ditutup Galih. Telpon Anwar berbunyi kembali. Tapi kali ini Ninda. ‘Lih, maaf Lih. Sobat lu Anwar kecelakaan. Anwar meninggal Lih’ isak tangis Ninda pecah. Anwar merinding diam tanpa kata.

Ceruta lainnya: #1 | #2 | #3 | #4 | #5 | #6 | #7 | #8 | #9 | #10 | #11 | #12 | #13 | #14 | #15 | #16| #17| #18| #19| #20| #21| #22|#23| #24 | #25 | #26 | #27 | #28 | #29 | #30 | #31 | #32 | #33

Salam

Solo,23 Juli 2015

11: 25 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun