Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Angel Pieters Adalah Kambing "Bully" Netizen

22 Mei 2015   11:44 Diperbarui: 27 Mei 2019   09:42 1597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlepas dari layak atau tidaknya Angel Pieters (AP) menyanding piala IMA sebagai OST Terfavorit, simpati tetap saya haturkan. Saya tulus bersimpati atas 'beban emosional' yang ditanggung AP sejauh ini. 

Kritik dan bully di media sosial pasti telah mendatangkan hujaman beban ke dalam pikiran AP. Jika saya berada di posisinya, saya pun akan merasakan hal yang sama. Dan pula, setidaknya saya akan mencoba mengurai beban agar pihak-pihak yang merasa dirugikan dapat mengerti. 

Atau netizen yang kiranya salah tuding mengurai 'skandal' ini. Ada beberapa hal yang saya coba urai dalam 'skandal' AP sebagai pemenang 'dadakan' dalam IMA 2015. Pihak-pihak yang terkait, sejauh ini belum semua bersuara. 

Hanya AP yang sudah berbicara ke publik perihal kegaduhan ini. Sedang pihak juri, Mathias Muchus (MM) pun hanya secara basa-basi menjabarkan. MM hanya berkutat pada kewenangannya sebagai juri. Sedang otoritas tertinggi yang menetukan adalah Panitia IMA (PIMA). 

Dan PIMA masih bungkam saat ini. Dan otoritas di atas PIMA pun, RCTI dan MNC masih keruh untuk dilihat niat baiknya berbicara ke publik. Jadi, jika kita andaikan AP adalah kambing hitam maka persepsi ini salah. 

Kambing hitam adalah pihak yang dipersalahkan atas satu kejadian yang merugikan. Sedang AP di sini tidak bersalah. Karena AP saya yakin sebagai penyanyi profesional menjalankan titahnya untuk menyanyikan lagu Indonesia Negri Kita Bersama. Ia bukan korban, namun lebih kepada kambing bully. 

Sebuah subjek yang dikritik habis-habisan sedang otoritas yang membentuk subjek itu ongkang-ongkang kaki. Ditambah, sikap netizen di medsos yang cenderung galak sekarang ini. AP menjadi kambing bully. Padahal netizen tahu AP tidak ada salah dalam menyanding piala OST Terfavorit IMA 2015. 

Pihak PIMA yang tiba-tiba memberi nama AP dalam nominasi dan menang patut dikritisi. Dan secara birokratis, tentunya PIMA berada di bawah RCTI. Dan RCTI sebagai subsiadiari dari MNC Group tentu akan berbicara ke publik saat bos mereka mempersilahkan. Dan secara tersamar, peran Liliana Tanoesedibjo (LT) pun mungkin besar. 

Karena seolah IMA adalah acara milik MNC Grup, dan ada satu OST Di Balik 98 yang juga hadir dalam daftar nominasi, kuat dugaan rekayasanya. Apalagi polling SMS 73% yang diraih AP dalam sekejap pun menjadi bahan telaah netizen. 

Lalu siapa yang sebenarnya menjadi kambing hitam? Tentunya dua pihak, PIMA dan RCTI. Karena merekalah yang mungkin ada main dengan MNC Grup plus LT. Secara kelembagaan, rasa atau nuansa menjadi kambing hitam akan menyusut hilang. 

Karena PIMA dan RCTI bukan perseorangan. Siapa yang harus dituding batang hidungnya pun sulit. Karena diversifikasi job desk yang rumit dalam organisasi serupa PIMA dan korporasi serupa RCTI, lempar kesalahan akan mungkin terjadi. Semua tanpa menyentuh pihak bos. 

Karena subjek lain yang menjadi 'highlight', yaitu AP maka jadilah ia kambing bully. Netizen yang secara real-time bisa berseloroh menyoal kemenangan AP, pasti akan menyorot AP. Pastinya akun sosmed AP akan penuh dengan bully pedas. 

Dengan pola pikir sumbu pendek, netizen tentu lebih senang mem-bully. Apalagi mereka bisa berdiri di belakang pseudonim akun mereka. Seolah mem-bully subjek yang sedang trending adalah kepuasan tersendiri. Serupa mengikuti tren busana. 

Bukan maksud saya membuat istilah deregatoris pada AP dengan kambing bully. Karena model sikap tak acuh banyak netizen yang kurang bisa memahami delik masalah, bully mudah terlontar. Ada pula nominator yang mengkritik, baik halus maupun menohok. 

Namun semua sah-sah saja. Selama dalam koridor pihak-pihak lain dalam 'skandal' ini tetap dikaitkan. Karena AP tidak berdiri sendiri. Ada PIMA dan RCTI yang menjadi kambing hitam dalam bentuk lembaga. Ada pula pihak MNC dan LT yang seperti sang Godfather tidak akan tersentuh 'skandal' ini. 

Salam, 

Solo, 22 Mei 2015 

11: 44 am

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun