Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

E-Waste, Sebuah Bencana di Depan Pintu Rumah Anda

22 April 2015   09:39 Diperbarui: 27 Mei 2019   14:37 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
E-Waste - Ilustrasi: fastcompany.net

Tahukah Anda, di tahun 2014 lalu ada sekitar 42 juta ton kulkas, televisi, mesin cuci, dan peralatan elektronik bekas lain. Gunungan e-waste atau sampah elektronik ini jika dikalkulasi, diangkut sekitar 1.2 juta truk yang memanjang di sebuah jalan dengan panjang 23.000 km. 

Dalam e-waste ini, ada sekitar 16.500 kiloton besi, 1.900 kiloton tembaga, dan 300 ton emas. Jumlah total emas ini menyamai 11% dari jumlah produksi emas di tahun 2013 lalu. Dengan jumlah total dikapitalisasi semua mineral e-waste ini, maka menjadi USD 52 miliar.

Walau terdengar 'banyak' nilai finansialnya, e-waste juga memiliki kenyataan yang tidak mengenakkan. 

Dalam 42 juta ton gunungan e-waste ini, ada sekitar 2,2 juta ton mineral berbahaya. Yang termasuk ke dalamnya berupa timbal, kadmium, kromium, dan merkuri. 

Dan yang lebih mengkhawatirkan adalah kandungan CFC atau Chloro Flouro Carbon yang membahayakan lapisan ozon. Tidak tanggung-tanggung, kandungan CFC diperkirakan mencapai 4.400 ton. Sehingga, e-waste adalah tambang mineral paling mematikan di dunia saat ini.

Dan tahukah Anda, di tahun 2014 lalu hanya seperenam dari e-waste ini dapat didaur ulang dengan baik.

Negara manakah pembuang e-waste terbesar saat ini? Dengan diukur per kapita penduduknya, maka Norwegia memuncaki dengan 28,4 kg per kepala. Lalu diikuti Swiss (26,3 kg), Islandia (26,1 kg), Denmark (24 kg), Inggris (23,5 kg), Belanda (23,4 kg), Swedia (22,3 kg), Perancis (22,2 kg), dan berat yang hampir sama dengan Amerika Serikat dan Austria (22,1 kg).

]World E-Waste Offender Ranking 2014 - Ilustrasi: forbes.com
]World E-Waste Offender Ranking 2014 - Ilustrasi: forbes.com

Namun, jika dikalkulasi per benua, maka Asia menghasilkan e-waste terbesar per kepala. Dengan jumlah total 16 juta ton, maka per kepala membuang 3,7 kg e-waste tahun lalu. 

Sedang benua Eropa di urutan kedua dengan 15,6 kg e-waste per kepala. Benua dengan jumlah buangan e-waste terendah adalah Afrika. Dengan hanya 1,7 kg e-waste per kepala, dan tahun lalu hanya 1,9 juta ton e-waste dibuang di Afrika.

Lalu di Mana Posisi Indonesia?

Dengan jumlah penduduk sekitar 270 juta jiwa, Indonesia membuang e-waste sekitar 3,0 kg per kepala per tahun. Dengan jumlah total tahun lalu mencapai 745 kilo ton. Termasuk sedikit dibandingkan negara tetangga terdekat Malaysia yang membuang 7,6 kg e-waste per kepala. Namun dengan total e-waste lebih sedikit, yaitu 232 kilo ton. 

Di Asia Tenggara sendiri, negara tertinggi pembuang e-waste adalah Singapura. Dengan per kepala membuang 19,6 kg e-waste. Sedang Kamboja membuang e-waste paling sedikit di antara negara ASEAN, yaitu hanya 1,0 kg per kepala.

Dan kondisi dan jumlah e-waste di Indonesia di tahun-tahun ke depan mungkin akan semakin bertambah dan buruk atau booming e-waste. E-waste adalah sampah yang mengundang banyak perspektif. 

Karena kandungan mineral (besi, tembaga dann emas), e-waste kadang adalah komoditi tersendiri. Ditambah, kegiatan perbaikan dan penggunaan kembali di Indonesia, mendorong e-waste adalah komoditas bernilai guna. 

Toko-toko reparasi dan second-hand atau loak menjadi pendorong hal ini. Dan, pemanfaatan kembali komponen e-waste ini dampaknya akan negatif, baik untuk kesehatan dan lingkungan.

(Limbah Elektronik Yang Dicari - foto: tokopedia.net)
(Limbah Elektronik Yang Dicari - foto: tokopedia.net)

Kesadaran akan bahaya e-waste di Indonesia cukup tinggi dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya. Perspektif penggunaan limbah e-waste sebagai komoditas jual dan reparasi atau 'kanibalisme' perangkat elektronik, membuat e-waste dianggap bukan sampah atau limbah. 

Ditambah, aturan yang kurang jelas menyoal pengolahan e-waste di Indonesia membuat TPA yang ada tidak begitu banyak terlihat sampah elektronik. Diperparah, data akurat tentang jumlah e-waste di Indonesia juga belum didapatkan. 

Jangan heran, jika perlahan booming e-waste atau bencana e-waste di Indonesia akan terjadi di masa depan. Atau mungkin, kita sedang menumpuk e-waste dibalik pintu-pintu gudang atau kamar rumah kita?

Referensi: forbes.com | i.unu.edu | theguardian.com | Widi Astutik 2013 jurnal.unpad.ac.id

Salam,

Solo, 22 April 2015

09: 39 am

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun