Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Istilah Gaji ke-13, Aneh Tapi Asik?

2 Juli 2013   08:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:08 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="US Dollar"] [/caption] Melihat kilas balik, sejarah Gaji ke-13 pertama kali dicetuskan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri dalam PP No. 54 Tahun 2010, yaitu sebagai subsidi atau tunjangan untuk meningkatkan kesejahteraan Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun/Tunjangan. (Sumber) Lalu kenapa dinamakan Gaji ke-13? Apakah ada kaitannya dengan angka sial 13? Angka yang kerap terkait dengan kesialan dan nasib buruk. Bahkan gedung tinggi pun tidak ada lantai 13, yang ada hanya 12A atau 14a. Kepercayaan yang memistifikasi fikir dan keyakinan. Media dan word-of-mouth sudah menyebarkan mitos ini. Dan toh nampaknya kesialan akan angka 13 ini sudah dipahami baik orang Indonesia. Pokoknya hati-hati dengan menomorkan sesuatu dengan angka 13. Lalu, Gaji ke-13 ini membawa kesialan? Membawa dengannya nasib buruk buat yang menerimanya. Apa betul? Sejauh saya menerima, mungkin menjadi rezeki tersendiri. Apalagi menjelang bulan penuh kejumutan pengeluaran menjelang puasa dan Lebaran. Namun saya tentu akan berempati buat mereka yang tidak merasakannya. Semoga mereka diberi keberkahan. Atau secara mudah saja dilogika, Gaji ke-13 adalah gaji yang tidak ada nama bulannya. Setelah bulan ke 12, Desember, kan tidak ada bulan lagi? Jadi apakah bulan ke 13 itu kita namakan bulan Gaji saja. Ya, setiap tahun pasti muncul Gaji ke-13, sehingga mudah saja kita sebut bulan Gaji. Walau dalam 12 bulan kita terima gaji, namun bulan yang samar dan mengasyikkan bernama bulan ke-13 ini selalu dinantikan. Toh rasanya tetap aneh membayangkan bulan yang namanya sendiri tidak ada? Yang namanya sendiri tidak ada dalam kalender Agustinian atau Masehi yang ada. Jadi tersemburat keanehan dalam keasyikan istilah Gaji ke-13. Bagaimana kalau kita namakan saja Bonus? Karena kita mendapat satu kali gaji tanpa perlu bekerja, karena muncul dengan sendirinya di rekening. Tetapi, bonus dalam dunia kerja dikaitkan dengan performa kerja. Serasa hambar sepertinya? Lalu kita namakan saja Tunjangan Pra-Hari Raya (TPHR). Karena suasana bulan yang mendukung saat ini yaitu sebelum Lebaran tiba, bagi umat Muslim yang akan merayakannya. Kenapa Pra? Ya karena hadir sebelum hari raya itu sendiri. Walaupun nanti ada THR lagi juga (mepet) sebelum hari raya. Loh? Malah jadi rancu jika digunakan di tahun-tahun berikutnya. Jadi mau kita namakan apa, istilah Gaji ke-13  yang aneh tapi asyik ini? Solo, 2 Juli 2013 8:15 am

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun