[caption id="" align="aligncenter" width="520" caption="(ilustrasi: mythbuster.hubpages.com)"][/caption]
Betapa indah mimpi malam ini. Semua serasa di surga dan indah adanya. Terbangun, berisik sekali suara seperti benda yang menimpa sesuatu. Ku coba buka mataku. Gelap. Kenapa ada kapas di mulut dan mataku. Kenapa sesak sekali disini. Bau tanah dan wangi air kembang menyeruak. Suara tadi adalah suara tanah yang menimpa liang sempit ini. Tolong. Jeritanku hilang tertahan berat dan pengap tanah kubur ini.
- - o - -
Mang Udin sepertinya belum selesai mencuci mobilku. Sedang aku harus segera berangkat ke kantor. "Kenapa mang ga dicuci mobilnya?" tanyaku. "Ehh...ehh.. maaf tuan. Saya ga berani?" jawabnya ragu. "Lho emang kenapa mang?" tanyaku heran. "Itu tuan, maaf ada orang di dalem mobil.. Cewe tuan.." lirih Mang Udin berucap dan beranjak mundur. Aku hanya diam tercekat. Hatiku berdegup menderu. Tidak sengaja ku tabrak seorang wanita pulang dari kantor tengan malam dua hari lalu. Sempat ku lihat wanita ini bersimbah darah di tengah jalan. Tapi aku pilih lari.
- - o - -
"Bu...bu simbah nangis lagi" tanya putriku terbangun dari tempat tidur. Aku tetap diam dan mencoba tetap tenang. "Bu..itu lho bu simbah nangis bu...!" berbisik di sampingku, putriku mulai ketakutan. Hatiku mulai tercekat. Karena kami tahu, simbah baru saja meninggal 7 hari yang lalu.
- - o - -
"Man, lu tahu tadi malem rumah gue hampir kemalingan?" ungkap Fery. "Waah, bisa gitu Fer. Untung ga sampe kemalingan kaya dulu itu Fer!" bersemangat Maman menjawab. " Lha, kok lho bisa tahu kalau ada maling Fer?". "Itu dia Man! Yang gue takutin bukan malingnya?. Tapi yang bangunin gue pas ada maling. Itu istri gue..." ujar Fery lalu terdiam. Maman hanya bergidik merinding. Karena yang ia tahu, istri Fery meninggal 2 bulan lalu. Kebetulan maling yang menyekap dan membunuh istri Fery.
- - o - -
"Ayah..ayah..bunda ga bisa tidur yah." lirih suara istriku terdengar. Tangan istriku memegang pundakku. Dingin kurasakan tangannya. Saatku terbangun dengan hati berdegup kencang. Ku pegang pundakku yang masih terasa dingin disentuh istriku. Sedang remah-remah tanah merah menempel di pundak dan tanganku. Aku tahu tanah ini dari mana. Istriku nampaknya belum bisa nyenyak di peraduan kuburnya.
- - o - -