Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pagi-pagi Pada Joget, Ga Ada Kerjaan Bu?

6 Maret 2014   16:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:11 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: realitytiara.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="448" caption="(ilustrasi: realitytiara.com)"][/caption] Karena hari ini saya di rumah saja. Menonton TV di waktu senggang pun tak ada salahnya dong. Channel saya pindah ke RCTI. Menengok acara Dahsyat, walau sebentar. Ada yang berbeda. Ya, saat ini ada acara karaokean secara live di sebuah kampung. Kalau tidak salah, daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Ramai dan riuh para penonton yang sepertinya warga sekitar. Menonton Billy dan beberapa host Dahsyat dengan senyum dan tangan melambai-lambai. Biasalah, seperti ingin menyampaikan ini lho, saya masih TV. Sambil da da da dah... Ada ibu yang menggendong balitanya sambil tertawa-tertiwi melihat ulah tingkah konyol host Dahsyat keroyokan. Ada pula anak-anak kecil. Anehnya, ada pula yang masih mengenakan seragam sekolah. Sempat Billy, si adik Olga yang mendadak host, bertanya kepada anak dengan seragam SD tadi. Kenapa tidak sekolah. Jawabnya singkat, masih masuk siang. Lalu acara live karaoke dangdut dimulai. Lomba karaoke ini di iikuti 2 pasang penyanyi warga yang seprtinya ibu-ibu semua. Penonton ada yang turut berjoget. Ibu-ibu yang lain bersorak. Anak-anak kecil cengangas cengingis berjoget sebisanya. Semua larut dalam euforia live karaoke dangdut Dahsyat. Saya pun menerawang. Perspektif Penonton, Saya Melihat acara live di lingkungan warga seperti ini seperti menyiratkan sesuatu buat saya. Kegembiraan dengan kebersamaan yang jujur diekspresikan warga seperti dieksploitasi acara televisi. Bagaimana waktu masak sang ibu, waktu sekolah sang anak, dan transaksi ekonomi warga di tempat itu digantikan dengan hura-hura. Tidak ada yang salah dengan hal ini. Yang ada hanya, sebagai penonton kadang saya bergumam. "Ngapaian mereka joget-joget pagi-pagi. Pekerjaan rumah ditinggal. Anak dibiarkan ga sekolah??" Bagaimana sebuah acara televis seperti merusak fungsi sosial warga pada pagi hari itu. Anak-anak, termasuk balita diajak bersenang-senang yang kadang terlalu 'ekstrim' untuk anak seusia mereka. Bergoyang meliuk dan berhura-hura tidak sesuai waktunya. Pagi hari adalah waktu fungsional sebuah keluarga. Dimana keluarga-keluarga yang ada, membentuk suatu tatanan ramah-tamah pagi hari. Ibu-ibu mengobrol di depan tukang sayur. Anak-anak bersepeda dengan riang di sekitaran jalan lingkungan. Bapak-bapak sibuk mengelap mobil atau motor sebelum berangkat kerja. Atau ibu-ibu yang baru memiliki anak menyuapi anaknya sambil berjemur di hangat sinar matahari pagi. Masih terlalu pagi untuk joget dan hura-hura. Perspektif Peserta, Warga Lain perspektif, lain pula implikasinya. Sebagai warga yang lingkungannya ada tamu tentunya akan menyambut. Dan di pagi hari ini, ada acara live karaoke dari Dahsyat RCTI. Semua warga tanpa dihimbau oleh RT/RW setempat tentunya bersedia hadir. Dengan hanya pesan word-of-mouth saja, mudah mengumpulkan warga untuk berhura-hura. Apalagi diliput sebuah acara, Dahsyat. Warga pun berdatangan dan berkerumun di satu titik. Bersorak, tertawa dan gembira ria bersama-sama. Warga yang tidak turut serta akan distigma negatif. Mereka yang terlalu malas untuk bergabung akan dicibir dan digosipi ibu-ibu warga. Kenapa tidak datang? Kog sombong sekali? Ah, mereka sok intelek alias jaim banget deh? bla..bla..bla. Dan stigma negatif lainnya yang akan hinggap. Alasan yang 'kurang sreg' dalam konteks sosial tidak akan diterima secara umum. Seperti tdak mau ikut-ikut joget, atau tidak suka dangdut. Tentunya tetap tidak valid secara sosial. Hanya sakit dan ada acara keluarga di luar kota yang mungkin bisa diterima. Turut serta atau setidaknya melihat keriuhan acara joget live karaoke, adalah 'syarat' sebagai warga yang baik. Walau kadang merasa hal ini sia-sia bagi sebagian orang. Stigma sosial negatif tentunya tidak bisa dihindari. Sebuah pola sosial yang memang dijaga dan cenderung umum di sekitar kita. Bukan berarti berjoget adalah hal yang negatif, namun timing yang kurang sreg bagi sebagian orang adalah wajar. Dan dilema sosial yang mungkin diterima seseorang tidak bisa dihindarkan. Salam, Solo 06 Maret 2014 09:42 am

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun