Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tawuran Pasca-UN, Katarsis Kebablasan

17 April 2014   16:09 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:34 1422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="(foto: Siswa SMA Tawuran Di Mampang Prapatan 18/4/2012 - foto: tribunnews.com)"][/caption] Seperti sudah menjadi penyakit tahunan. Di beberapa daerah di Indonesia para pelajar setelah Ujian Nasional (UN) berlangsung langsung geruduk tawuran. Paska UN yang seharusnya menjadi masa para siswa rehat, malah menjadi ajang adu jotos, bahkan bisa sampai hilang nyawa. Para siswa yang masih menggelegak jiwa muda dan pencarian eksistensi diri yang belum usai, seolah menjadikan tawuran seperti katarsis. Sebagai pelampiasan masa susah dan tertekan mereka pra-UN dan saat UN. Tawuran adalah katarsis yang saya kira kebablasan. Jiwa muda yang masih selalu mudah tersulut emosinya. Masih labil dalam mengontrol diri dalam lingkungannya. Serta jiwa muda yang selalu haus akan rekognisi sosial. Selalu mencoba dan menantang hal-hal baru dalam kesehariannya. Seperti jiwa anak kecil yang selalu ingin tahu. Para siswa yang kebanyakan ABG ini ingin mencari tahu sejauh mana 'kehebatan' dan 'kejantanan' mereka dalam tawuran. Yang menang cukup merasa menang. Tanpa ada pengakuan sosial atas kemenangan tawuran yang dianggap konyol. Sedang yang kalah menyimpan sekam dendam untuk di lain waktu coba dibalaskan.

Belakangan diketahui pelajar SMK di Cawang tersebut berinisial FR (18), S (17), RJ (17), DRV (18), dan BY (17). Kelimanya tertangkap tangan sedang tawuran di Cipinang Jaya. "Mereka baru selesai ujian lalu tawuran di Cipinang. Sama warga diamankan," ujar Kanit Reskrim Polsek Jatinegara AKP DP Ambrita.

Dirinya yang dapat informasi tersebut meluncur bersama anggotanya. Kelima pelajar itu diamankan oleh warga di pos RW 6, Cipinang Muara. (berita: news.detik.com)

Tawuran dari berita di atas adalah berita Rabu kemarin 16/04/2014 di Jakarta. Di daerah lain pun, terjadi tawuran antara siswa selesai melaksanakan UN.  Tawuran terjadi yang setelah UN berakhir antara dua sekolah di Bogor. Tawuuran ini terjadi juga Rabu 16/04/2014 kemarin.

Ratusan pelajar SMK Bina Warga, Bogor, didata dan diberikan pembinaan saat terjaring razia di Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, Rabu (16/4). Sebanyak 124 pelajar tersebut tertangkap petugas Polsek Sukmajaya Depok saat hendak tawuran di Jalan Raya Bogor selepas mengikuti Ujian Nasional. (berita: antaranews.com)

Bahkan berita tawuran antar pelajar setelah dilangsung UN pun terjadi tahun lalu. Tawuran antara dua kelompaok siswa di dearah Mampang Prapatan Jakarta ini terjadi sekitar bulan April tahun lalu, tepat setelah UN SMA berlangsung. Seperti dilaporkan oleh Tribunnews.com dalam berita foto.

Dua kelompok siswa SMA tawuran seusai ujian nasional (UN) di Jalan Mampang Prapatan Raya, Jakarta, Rabu (18/4/2012). Tawuran yang terjadi di tengah jalan dan menggunakan berbagai sejata tajam ini berhasil dibubarkan warga sekitar dan para pengendara sepeda motor. (Warta Kota/Adhy Kelana) (berita: tribunnews.com)

Sekolah Yang Miskin Kreatifitas Dan Konservatif Terjadinya tawuran pelajar, tidak lepas dari andil sekolah. Paska UN adalah masa di mana para siswa mencoba menyalurkan kegelisahan dan tekanan saat UN, dan bahkan pra-UN. Dan saya kira semua sekolah faham itu. Para siswa tentunya dituntut untuk lulus. Semua demi kebaikan dirinya sendiri. Dan di satu sisi, kebaikan sekolah itu sendiri. Reputasi sekolah akan buruk jika ada beberapa siswa setelah UN dinyatakan tidak lulus. Seperti aib, sekolah sangatlah mewanti-wanti agar siswa wajib lulus. Tidak heran pada masa pra-UN saja, sekolah sudah memborbardir siswa dengan semua kegiatan persiapan UN. Mulai dari pengayaan, sampai try-out UN yang kadang beberapa kali. Tentunya menjadikan siswa seperti keledai yang dipacu dan dicambuk untuk cepat sampai tujuan. Walau dalih untuk kebaikan siswa sendiri. Pada satu sisi, kebijakan dan aktifitas sekolah pra-UN menjadi beban tersendiri untuk siswa. Ada baiknya sekolah paska-UN berlangsung segera mengantisipasi akumulasi emosi yang siap membuncah dari siswa. Ada memang siswa yang mampu mengontrol emosinya. Namun saya fikir banyak juga yang kebablasan. Serupa mereka yang turut andil dalam tawuran. Seolah, selesai UN adalah waktu bantai-bantaian dalam tawuran. Seperti merayakan kemenangan yang masih semu, tetapi sudah serupa menjadi pemenang. Bagaimana sekolah mengantisipasinya? Adakan acara atau kegiatan yang benar-benar mencerminkan jiwa anak muda. Adakan Pensi atau Pentas Seni dengan mengundang band, cherleeder, atau artis terkenal. Sangat naif jika sekolah tidak mengetahui dunia anak muda. Yang muda tentunya tidak ingin terkesan tua. Cobalah sekolah memahami dunia anak muda saa ini. Jangan hanya stuck di dunia konservatif yang sudah mengoyot (tua renta). Kalau anak muda sekarang bilang 'Gaul-lah sedikit!' Tidak usah pasang tampang jaim (jaga image) atau menjaga jarak tidak mau turut 'berpesta'  dalam Pensi misalnya. Siswa tentunya ingin melihat gurunya bersenang-senang. Cobalah Kepsek, Wakasek, guru-guru, staff sekolah dan karyawan berbaur dan menyatu dalam kegembiraan selepas UN dalam Pensi. Siswa tentunya akan senang dan faham, kalau guru-guru yang selama ini menemani mereka juga manusia seutuhnya. Mereka selain galak atau killer, ternyata juga bisa bergembira seperti siswa mereka lakukan dan rasakan. Atau kegiatan menghabisan tenaga sekaligus bersenang-senang. Seperti out-bond atau School-Gathering di alam terbuka misalnya. Pas setelah UN berlangsung, guru dan siswa bercengkrama dan berkompetisi di alam terbuka. Semua bergembira dan bersenang-senang. Luangkan waktu dua hari misalnya. Sembari menginap di resort atau lokasi tertentu, buatlah acara aktivitas malam seperti karaoke, makan-makan dan/atau siraman rohani. Bersenang-senang sambil melepas ketegangan di alam terbuka, saya pikir menjadi katarsis yang baik. Atau aktifitas lain yang mampu menyalurkan tekanan dan tegangan pra-UN dan saat UN yang baik dan terarah. Saya fikir semua sekolah memiliki ke-khasannya masing-masing. Daripada kita harus nelangsa dan mengelus dada lagi meihat pelajar tawuran paska UN berlangsung. Salam, Solo, 17 April 2014 09:05 am

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun