Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Si Kurus Jokowi Versus Si Gemuk Koalisi

28 April 2014   19:37 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:06 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: anggatantama.deviantart.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="475" caption="(ilustrasi: anggatantama.deviantart.com)"][/caption] Capres yang mulai seret citranya akibat hasil Pileg yang mengecewakan mulai berkerumun. Bersama-sama mereka membuat koalisi. Koalisi ini nantinya akan gemuk. Koalisi parpol yang berbaur tidak menentu. Asal suara banyak dan simpatisan fanatik siap, parpol Nasionalis minim suara dan parpol Islam gurem-gurem siap membuat koalisi menjegal Jokowi. Asal Capres punya nama dan track politic, bahkan ambisi mencapai kursi RI-1 diajukan saja. Semua demi memenuhi pintu Presidential Treshold yang cukup tinggi. Koalisi gemuk ini akan menggempur Jokowi kurus yang belum juga mengumumkan Cawapres. Apakah dari internal PDI-P sendiri (Puan misalnya)? Atau dari eksternal partai? Koalisi Gerindra-PKS dan Trauma Parpol Islam Belum lekang dari benak penilik media dan para ' penikmat' dunia politik koalisi (angan-angan) Gerindra-PPP yang kandas. Sejak Suryadharma Ali mulai menelikung PPP agar dekat dengan Gerindra, kini Prabowo mulai tepe-tepe dengan PKS. Kisruh internal PPP yang memanas dan sempat hampir copot-copotan jabatan, kini mereda. Dan akhirnya, Suryadharma Ali 'mengalah'. Dan kini PPP kembali adem ayem mau melirik ke poros koalisi mana saja. Mungkinpun akan kembali ke Gerindra. Namun nihil karena trauma Gerindra yang merasa dipermainkan. Kini Gerindra melirik genit partainya orang berdakwah. Partai yang selalu menjadi sorotan sosial media. Partai genit dengan Capresnya yang ke-pedean. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mulai digeniti Gerindra. Prabowo melihat militansi kadernya mungkin serupa sifat militan yang menjadi garis hidupnya. Walau pihak PKS masih serasa 'jual mahal' (atau minta 'mahar). Kini PKS membentuk khusus guna membahasnya (baca: menimbang untung rugi).

Rapat Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera, Minggu, memutuskan membentuk tim untuk lebih serius menjajaki koalisi bersama Partai Gerakan Indonesia Raya dan mendukung pengusungan Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden. Partai ini menyatakan keinginan kuat untuk dapat berkoalisi dengan Gerindra.

PKS memilih berkoalisi dengan Gerindra karena baru partai tersebut yang telah mengirimkan surat resmi ke PKS soal koalisi, sementara partai lain sekadar melakukan komunikasi informal. (berita: kompas.com)

Untungnya, jika PKS mau meminang Prabowo sebagai Capres usungan koalisi PKS-Gerindra adalah jatah kursi. Jika menang itupun. Prabowo sebagai sosok Capres tandingan Jokowi pun akan menjadi senjata PKS untuk merapatkan barisan. Saat gacoan PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW) gagal jadi Gubernur DKI Jakarta, HNW berpindah haluan mendukung Foke-Nara pada putaran kedua Pilgub DKI 2012 lalu, Dan sangat tidak etis melihat liuk-liuk Foke-Nara menghujat Jokowi-Ahok dengan isu SARA murahan. Padahal HNW sendiri bilang ia anti isu SARA. Koalisi PKS-Gerindra serupa membalaskan dendam. Kalau Pilgub kalah, setidaknya PKS menang (sepertinya) di Pilpres. Ruginya PKS, Anis Matta gagal nyapres. Prinsip yang terlalu (Ca)PeDe ala Anis Matta (AM) untuk menjadi kandidat Capres nanti harus kandas. Gembar-gembor pidato di iklan PKS di televisi seumpama angin lalu. Tidak ada jejaknya. Timbang-menimbang pun terjadi. Apakah kuat AM mendampingi si ambisius Prabowo. Dengan strategi ala militer Prabowo yang taktis dan penuh liku, PKS beranikah mengajukan AM sebagai Capres? Atau cukup Menkoimfo-lah untuk AM, misalnya. Sembari meneruskan proyek Nawala yang kini semakin kuno. Atau mempercepat koneksi internet yang semakin tertinggal se-ASEAN. Jual Mahal Koalisi Gemuk ala Pak Gemuk SBY Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketum sekaligus Ketua Dewan Penasihat Partai Demokrat pun mengambil ancang-ancang koalisi gemuknya. Bedanya, Demokrat dengan nahkoda SBY ini bermain bersih (baca: jual mahal). Demokrat seolah tidak ingin dijadikan aksesoris demi PT untuk mengajukan Capres. Dengan sebuah memori Pemilu 2004 dengan hanya capaian Pileg 7%, bisa mengantarkan SBY menjadi Presiden, seolah mengaburkan realita. Tidak melihat kekinian suasana dengan pertandingan Pilpres melawan si kurus Jokowi.

Ketua DPP Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana mengatakan Partai Demokrat (PD) mau hanya menjadi pelengkap dalam koalisi pilpres mendatang.

"Kata Pak SBY, kami gak mau sebagai pelengkap, kita maunya berperan," katanya, Ahad (27/4).

Ia mengatakan dalam politik, semua kemungkinan bisa terjadi. Apalagi hanya melihat dan mendasarkan penilaian pada hasil pileg lalu. Contohnya, ketika 2004 PD hanya mendapatkan 7 persen suara,tetapi bisa mengantarkan SBY menjadi Presiden. Karena itu PD berkreasi dan membangun kekuatan. (berita: republika.co.id)

Dengan beragam syarat untuk berkoalisi dengan PD yang diumumkan seusai Konvensi Capres Demokrat, SBY merasa PeDe citra partainya masih bagus. Merasa masih mapan dengan citra PD (sekaligus citra SBY sendiri) koalisi dengan PD seolah mensyaratkan merekalah yang harus menstir koalisi. Partai gurem yang hendak berkoalisi dengan PD adalah anak-anak kroco yang harus patuh pada Demokrat. Koalisi gemuk ini inginnya melawan kurusnya Jokowi dengan PDI-P. Walau koalisi gemuk Demokrat masih dalam wacana, namun isyarat dari SBY ini menyiratkan koalisi tandingan Prabowo-PKS nantinya. Partai-partai galau dengan suara tidak memadai tentunya akan guyub ke parpol manapun yang buka kemungkinan koalisi. Demokrat dengan SBY-nya tentu akan banyak dilirik. Antara mau-tidak-mau daripada rugi bandar tidak dapat jatah kursi (apapun itu), partai gurem akan tetap berkoalisi. Koalisi yang semakin gemuk seolah menyiratkan lawan yang cukup 'menakutkan'buat Jokowi beserta usungan Cawapres atau bahkan koalisinya. PDI-P Menggaet Citra NasDem; Anomali Puan Cawapres? Langkah sigap si kurus Jokowi langsung menerkan citra Surya Paloh dengan NasDem-nya. Sekitar pertengahan April lalu, Jokowi sowan santun ke Surya Paloh dengan hasil yang cukup jelas. Jikal NasDem mengiyakan pencapresan Jokowi. Tanpa indikasi jelas akan guyub membentuk koalisi atau tidak. Publik pun dibuat bertanya-tanya. Apakah NasDem mengiyakan dengan maksud membentuk koalisi atau setuju Jokowi Capres. Namun, langkah ini dianggap menggaet citra Surya Paloh (SP) untuk bisa berbaur dengan citra Jokowi. Walau tidak ada rivalitas yang terjadi diantara keduanya, namun mendapat 'iya' dari bisa seolah berarti suara NasDem untuk Jokowi. Daripada sibuk menggaet pemilih NasDem, langsung saja menggaet 'sang ideolog' SP sebagai pendiri NasDem. Walau entah nantinya ada deal koalisi PDI-P-NasDem atau tidak, semua masih mungkin terjadi. Kemudian, anomali Cawapres yang kini seolah hanya Jokowi dan Megawati yang tahu. Membuat nuansa Jokowi kabur dan samar dalam gemuknya koalisi parpol lain. Citra kurus (physically) seorang Jokowi tercermin dalam Cawapres yang tidak menentu pula. Mungkinkah kader internal, Puan Maharani menjadi Cawapres Jokowi. Seperti pernah saya tuliskan dahulu. Sebelum Jokowi nyapres dan fenomena kecenderungan Puan akan menjadi Cawapres di kemudian hari. Bahkan jauh sebelum Jokowi effect itu dibahas. Tengok artikel saya berikut: PDIP-P, Menikmati Efek Franchise Jokowi

Menurut Tjahjo, yang paling memahami soal para kandidat ini adalah Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Jokowi. Namun, dia memastikan kandidat yang akan dipilih harus bisa bekerja sama selama lima tahun dengan Jokowi.

Selain menyiapkan bakal cawapres bagi Jokowi, PDI-P kini juga tengah membentuk koalisi pendukung untuk mengusung Gubernur DKI Jakarta tersebut ke Pemilu Presiden 2014. Tjahjo menuturkan koalisi yang dibentuk partainya akan ramping dengan tidak menyertakan banyak partai. (berita: kompas.com)

Publik pun masih menunggu dan berharap cemas. Apakah Cawapres Jokowi nantinya mengecewakan ekspektasi publik. Sosok Jokowi yang dianggap besar dan mumpuni tentunya akan redup. Jikalau pendampingnya nanti sosok yang kurang signifikan. Dan koalisi gemuk ala Gerindra dan Demokrat akan menjegal Jokowi pada Pilpres nanti. Sosok yang ada ditambah suara parpol yang cukup (bahkan lebih) untuk PT, tentunya membuat koalisi semakin 'sangar'. Salam, Solo, 28 April 2014 12:32 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun