Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mereka dan Knalpot Rombengnya

20 Mei 2014   04:15 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:20 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="434" caption="(ilustrasi: lifehopeandtruth.com"][/caption] Motor King hitam itu kian dekat. Suara khas motor 2 tak dan pengendaranya yang 'khas' pula mulai terbayang. Putri kecil saya mulai ketakutan mendengar suara rombeng motor King yang mulai dekat. Karuan saja, motor yang dikenal juga 'motor copet' pada jaman saya, memiliki stigma yang buruk. Suara knalpot yang sengaja tanpa woofer (isian) knalpot membisingkan telinga. Saya pun bising. Putri saya resah pada suara kencang. Saya berusaha tenang. Tapi hati tetap mengumpat dan mencela. Dosakah saya? Bukankah dicela dan dicaci pengguna jalan lain, baik dari dalam hati atau berucap adalah tujuan mereka? Pengendara motor urakan itu memang mencari 'perhatian'. Ia diperhatikan saat orang lain mencelanya bukan? Perhatian itu setidaknya datang dan hinggap didiri pengendara motor knalpot rombeng (racing). Walau tidak baik, setidaknya itulah perhatian untuk menunjukkan eksistensi mereka. Karena tidak (atau belum) ada kebaikan yang membangun eksistensi mereka. Caci maki dan sumpah serapah atas knalpot bising mereka setidaknya menjadikan mereka 'sesuatu'. Sesuatu yang orang lain patut takutkan. Sesuatu yang seharushnya orang lain 'hormati'. Sesuatu yang memperkokoh kejantanan mereka. Seolah raungan knalpot itu adalah cara mereka mengaum. Menandai wilayah dan menguatkan eksistensi mereka. Walau semu dan primodial. Semu, karena orang yang hormat karena rasa takut atas jantannya motornya saja. Motor lelaki, katanya tapi dikendarai pria-pria berjiwa kerdil. Badannya besar dengan jakte kulit hitam macho. Tapi jiwanya seperti anak kecil menangis mengemis perhatian. Entah perhatian baik dan buruk. Yang pasti setidaknya itu adalah perhatian. Perhatian yang pengendara idamkan sejak dahulu, ketika kecil. Saat kecil, ia hanyalah individu remeh dihadapan orangtua mereka. Mainan ketapel buatan mereka dulu adalah sia-sia belaka. Saat ia tunjukkan ke sang ayah, yang ada malah omelan dan umpatan. Dan itulah perhatian buatnya. Jiwa mereka haus akan perhatian baik dan halus. Namun orangtua dan teman yang menanamkan perhatian semena-menalah yang membuat mereka hidup. Bangga akan diri yang kuat tapi rapuh. Namun jauh di dalam hati saya pun, jiwa si pengendara motor berteriak memohon doa kebaikan. Saya yakin, dengan knalpot rombengnya, ia ingin orang lain tahu. Kalau dirinya rapuh dan jiwanya kerdil. Ia bak meminta doa-doa kebaikan semua orang di jalan. Semua yang mendengar knalpot rombengnya. Semua yang memperhatikannya di jalan. Doa agar dirinya mampu menjalani hidup dengan baik dan ramah ke depan. Ia seolah berteriak dengan knalpot rombengnya, ia ingin berubah. Dan dengan doa orang di jalan ia mampu. Perlahan dan banyak, tentunya kebaikan yang teriring dalam doa bis merubahnya. Orang mungkin hanya bisa mendoakan, biar Tuhan mengatur caranya dikabulkan. Seusai sumpah serapah, hati saya pun mendoakan kebaikan. Kebaikan dan kedamaian atas diri si pengendara motor. Semoga ia mendapat perhatian dan jalan kebaikan seperti semua orang inginkan. Dan saya yakin, Tuhan mampu memberikannya. Salam, Solo, 19 Mei 2014 09:09 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun