Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mahasiswa Pintar Itu Bisa Bodoh

11 Juni 2014   04:27 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:18 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="434" caption="(ilustrasi: independent.co.uk)"][/caption] Kemampuan mahasiswa secara akademis memang bisa terlihat. Mereka yang mumpuni secara nilai dan skill dalam kelas, umumnya menjadi mahasiswa pintar. Mereka mampu secara kognitif dan pula secara afektif mampu menerapkan ilmu tersebut. Sayangnya, kadang karena merasa mampu mereka lengah dan menjadi 'bodoh'. Seumpama ikan, mahasiswa pintar adalah ikan besar di kolam besar bersama-sama ikan kecil. Namun alih-alih bertambah besar, ikan ini stagnan. Sedang ada beberapa ikan kecil mulai besar. Bahkan berganti kolam yang lebih besar. Merasa mampu diri secara akademis, namun kurang bisa menguasai jumawa menjadi pintar. Ada beberapa mahasiswa saya yang saya anggap pintar, malah menjadi bodoh. Saya akui mereka mampu secara baik menyerap subjek tertentu dan mengaplikasikannya. Sayangnya, mereka malah menjadi bodoh saat mereka dilepas untuk mandiri. Mereka saya minta menyusun karya tulis buatan mereka sendiri. Mahasiswa yang saya anggap biasa saja sudah beberapa kali berkonsultasi. Namun mereka yang pintar hanya satu kali ketemu saja. Seolah merasa mampu dan diperhatikan saya. Mahasiswa pintar ini seolah cenderung menyepelekan. Kadang saat saya berpapasan dan bertanya karya tulis mereka. Mahasiswa pintar ini ada saja alasan yang dibuat. Satu-dua minggu saya tunggu. Tidak muncul juga menghadap saya. Saat mahasiswa yan saya anggap biasa-biasa saja sudah mau selesai. Mahasiswa yang saya anggap pintar malah keblangsak. Dan saya lebih mengapresiasi ulet dan rajinnya mahasiswa yang biasa-biasa saja. Konsistensi mereka menerima saran dan usulan pada karya tulis mereka, sungguh saya sangat sukai. Ternyata menjadi pintar saja tidak cukup untuk tetap pintar. Saya melihat mahasiswa yang saya anggap pintar tadi menjadi bodoh pada diri sendiri. Apresiasi saya tetap tinggi buat mereka. Namun tidak dengan yang biasa saja. Mungkin mahasiswa yang biasa-biasa saja mengejar nilai. Dan itu wajar menurut saya. Namun untuk mereka, konsistensi mereka bisa saja mendongkrak nilai karya tulis. Berbeda dengan yang pintar tapi bertemu muka jarang. Seolah merasa bisa dan sanggup menulis, malah membuat saya sangsi. Serius atau tidak mereka membuat ini. Imbasnya, kealfaan mereka ini malah menjadikan karya tulis mereka apa adanya. Tanpa ada ' katrolan nurani' untuk nilai dari seorang guru. Dan juga mengundang rasa asimpatik ke diri saya. Yang saya beri apresiasi dan kepercayaan lebih, malah dijadikan landasan untuk seenaknya. Mahasiswa yang saya anggap baik dan pintar, malah jatuhnya mengundang rasa kecewa. Secara kognisi mereka memang unggul. Namun secara intrapersonal dan afektif, mereka kurang pintar membawa diri. Yang saya takuti, jika ini mereka lakukan selepas kuliah nanti. IPK mereka mungkin cum-laude. Namun saat attitude atau perilaku mereka minus, diri mereka akan tidak holistik. Kepintaran yang bersanding kesantunan akan lebih memesona orang lain. Kecerdasan yang disulam dengan keindahan perilaku, tentu menjadi citra emas diri mereka. Kecerdasan dan nilai akademis akan pincang rasanya jika tidak didampingi pribadi yang santun. Pribadi yang santun pun akan kurang indah, jika kecerdasan diri tidak digali dengan baik. Salam, Solo, 10 Juni 2014 09:08 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun