Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

BBM Mundak, Aku Kudu Piye?

18 November 2014   18:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:30 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: tumblr.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="450" caption="(ilustrasi: marcandangel.com)"][/caption] BBM mundak, aku kudu piye? Atau dalam bahasa Indonesianya, Bahan Bakar Minyak (BBM) naik, saya harus berbuat apa? Sebuah ungkapan yang mungkin ada dalam benak orang Jawa, terutama Jawa Tengah dan Timur. Sebuah pertanyaan yang pesannya bukan lagi pertanyaan. Melainkan siratannya lebih menekankan kepasrahan. Sebuah ekspresi menyerah pada keadaan. Pertanyaan yang sejatinya mengungkap sebuah kebingungan akan kondisi. Saat BBM naik, maka ada lonjakan harga semua barang dan jasa, Sebuah universal ekonomi yang otomatis tercipta dalam jenak kita. BBM naik, maka pengeluaran anggaran pun naik. Saya sendiri, BBM naik adalah sebuah kondisi yang serupa takdir. Sebuah ranah super-ego yang diluar kendali kita. Bahkan pemerintah pun, menyerah pada naik-turunnya harga minyak dunia. Alasan secara ranah ekonomi, sosial dan politis mungkin sudah banyak dijabarkan. Semua sudut pandang sudah digelontorkan. Ada banyak yang pro, namun tidak sedikit pula yang kontra. Saya sendiri bukan pro atau kontra. Saya hanya mencoba menjadi warga negara yag baik. Jika naiknya BBM rasional, maka saya patuhi. Jika tidak, saya, Anda dan kita semua perlu kritisi kebijakan ini. Ada sebuah keniscayaan, jika BBM naik maka budget pengeluaran meningkat. Terutama buat mereka yang berkeluarga. Atau sedang mengelola usaha atau wiraswata. Hempasan kenaikan BBM menjadi sebuah dilema. Menambah dan tambal sulam pengeluaran tentunya akan dilakukan. Baik pada ranah keluarga atau usaha. Sebisa apapun, semua kebutuhan dan keinginan tercukupi. Jangan gegara BBM, keluarga berpecah atau usaha yang ada gulung tikar. Kenaikan BBM, adalah sebuah refleksi diri. Pertama, BBM naik kita harus mencari uang lebih cerdas. Menyikapi kenaikan BBM, bukan berarti kita harus stagnan. Alih-alih diam dan menyerah pada kondisi ekonomi yang tinggi. Memacu diri dan mencari peluang menambah pundi keuangan keluarga atau usaha, harus dilakukan. Berusahan dan berupaya lebih sigap dan cerdas mengumpulkan uang. Mencari peluang dan mendalami celah-celah usaha dan kesempatan kita untuk mengais Rupiah. Lebih taktis dan juga dinamis mengatur keuangan keluarga dan usaha. Kepala keluarga seperti saya pun harus memutar otak dengan optimal, bagaimana dapur di rumah tetap ngebul. Memberdayakan diri seoptimal mungkin menjadi manusia yang dinamis. Hakikat yang memang terkandung dalam susunan atom-atom tubuh kita. Dimana energi selalu diciptakan dan diusangkan. Daripada demo dan ngedumel dalam hati akan keadaan diluar kuasa kita. Baiknya, menguasai keadaan dengan kemampuan yang kita punya. Menyerah pada keadaan dan tidak berbuat apa-apa adalah kesalahan yang kita buat sendiri. Walau agak 'sensitif' bagi sebagian, tapi benar adanya ucapan Adolf Hitler dan cukup menohok kiranya. Namun, ucapannya cukup relevan. [caption id="" align="aligncenter" width="450" caption="(ilustrasi: quoteswave.com)"]

(ilustrasi: quoteswave.com)
(ilustrasi: quoteswave.com)
[/caption] Kedua, BBM naik waktunya beralih ke kendaraan umum. Seiring kenaikan BBM, seharusnya kita lebih perduli dan menghemat dengan menggunakan kendaraan umum. Yang sering saya temui, walau BBM naik menjadi Rp. 6.500 saja, masih banyak orang yang menambah kredit kendaraan. Kendaraan di jalan semakin banyak. Orang berjubel dengan kendarannya dijalan. Tidak sabar, sering melanggar tatib di jalan, sampai kecelakaan lalin tidak heran sering terjadi. Semakin banyak kendaraan dijalan, menjadikan jalan raya semakin berbahaya. Andai saja BBM naik menjadi Rp. 13.000, misalnya. Orang akan berfikir banyak menambah kendaraan di rumah. Lebih memilih menggunakan kendaraan umum. Dan tentunya, kebijakan Pemerintah dan jajaran Pemdanya harus merespon dengan baik hal ini. Kenaikan BBM yang meroket, akan menjadikan jalanan sepi kendaraan pribadi. Mereka yang berkendara harus benar-benar mampu secara finansial. Atau, orang-orang kaya atau mampu malah mau beralih ke kendaraan umum. Inilah impian Gustavo Petro walikota Bogota yang MRT-nya menjadi cikal bakal Trans-Jakarta. [caption id="" align="aligncenter" width="428" caption="(ilustrasi: tumblr.com)"]
(ilustrasi: tumblr.com)
(ilustrasi: tumblr.com)
[/caption] Dan saya, Anda, dan kita semua harus kembali memaknai kenaikan BBM dengan "Aku kudu piye?" Bukan lagi kepasrahan dan kebingungan. Namun pemberdayaan dan pencarian kembali pundi-pundi rezeki. Baik untuk diri atau orang-orang di sekitar kita. Salam, Solo, 18 November 2014 11:40 am

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun