Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Imajinasiku di Dalam Kardus Pelangi

10 Desember 2014   03:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:39 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="(ilustrasi: www.centauri-dreams.org)"][/caption] Sebuah rasa yang syahdu dan sendu.. Syahdu beriring rindu untuk bertemu. Rindu yang serupa bulir air hujan. Bulir-bulir yang kau tangkap, adalah rasa rindumu padaku. Sedang bulir-bulir lainnya adalah banyaknya rinduku padaku. Syahdu yang semakin mendayu seiring hujan yang semakin berirama. Irama yang mengisi ruang fikiran yang mencoba menuliskan rasa ini. Kata-kata yang terangkai dengan setiap spasi dan kata yang tertuang adalah rasa bahagia. Kata yang setiap hurufnya adalah imajinasi atas senyum simpul orang yang didamba. Ah, betapa rasa ingin memilikimu semakin membuncah. Setiap kata semakin mendekatkan aku pada keinginan memiliki dirimu. Bukan untuk menjalin cinta. Namun asmara. Sebuah rasa yang mengisi ruang kosong harapan dan kerinduan. Harapan untuk bisa mengisi rasa ingin bersama. Bukan untuk saling mencinta. Namun untuk menjalin rangkaian asmara. Sebuah rasa yang mengisi harapan dan kerinduan. Kerinduan untuk bisa sekadar menatap senyummu. Semburat senyummu yang selalu datang seiring asmara. Melengkapi indahnya asmara, namun tidak menghambarkan cinta. Biarkan jarak membuat ruang di asmara kita. Karena semilir angin rindu akan berhembus bebas didalamnya. Biarlah asmara ini serupa ombak dilautan. Ia bergerak kesana-kemari. Saat lautan tidak mampu mengurai laju ombaknya. Biarlah asmara ini serupa aku dan berbagi segenggam roti. Namun kita tidak mengambil roti dari roti yang sama. Berikanlah hatimu ke hati, hatiku ke hatimu. Namun bukan untuk saling memiliki dan dimiliki. Biarkan asmara itu memiliki hati kita berdua. Berdirilah disini bersamaku. Biarka ada jarak diantara kita. Karena setiap pilar selalu kokoh jika berdiri berjauhan. Diadaptasi dari Kahlil Gibran - Sang Nabi (The Prophet) Salam, Solo, 09 Desember 2014 08:14 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun