Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Temani Anak Bermain, Hindari Menakut-Nakuti

14 Desember 2014   06:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:21 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_382449" align="aligncenter" width="504" caption="Playing With Animal (ilustrasi: bambinplayschool.com)"][/caption]

"Eh jangan dipegang, nanti gigit lho de.." larang seorang nenek kepada cucunya. Walau cucunya yang usianya sama dengan putri saya penasaran dengan kaki seribu yang ditemuinya di jalan. Anak saya yang ikut bermain, tidak takut cuma bilang dan heboh ada kaki seribu. Si nenek terus saja melarang dan seolah menakut-nakuti cucunya. Padahal namanya anak kecil, rasa penasaran tidak akan tuntas jika belum bisa pegang. Akhirnya saya yang juga disana coba mengalihkan perhatian putri saya dan cucu si nenek. "Itu kaki seribunya lagi cari maem. Biarin aja. Dilihat aja. Tuh lihat ada kakinya banyak to?". Sambil putri saya heboh sendiri. Cucu si nenek akhirnya tidak memegang tapi malah ikut heboh seperti putri saya.

Putri saya, walau cewek tidak pernah saya takuti serangga atau hewan apapun yang ia temui. Mulai dari kecoa sampai kelabang ia pernah temui. Walau tidak pernah memegang, karena kecoa dan kelabang tentuny bukan hewan yang cocok dipegang. Biasanya saya cuma menyingkirkan dengan sapu. Untuk kelabang biasanya saya bunuh saat putri saya teralihkan pandangannya. Karena takutnya si kelabang malah membahayakan, jadi pilih saya bunuh. Dan hewan-hewan lainnya, saya selalu coba perkenalkan ke anak saya. Ada serangga kecil cencorang, belalang, kadal, cicak, ulet bule, sampai hewan besar seperti sapi, kambing, anjing, kucing dsb. Namun tetap, berada dalam pengawasan saya. Tidak pernah saya takut-takuti atau menyatakan sesuatu yang absurd. Dan kadang malah bohong.

1. Anak, individu pengingat super hebat

Putri kecil saya termasuk pengingat super, menurut saya. Saya pernah ditagih mengajaknya berenang di kolam karet yang kami punya. Walau janjinya sudah beberapa minggu sebelumnya. Saya saja sampai lupa kalau pernah berjanji. Jika hendak diajak ke suatu tempat, saya baru menginjakkan kaki pulang dari kampus langsung ditagih. Intinya, saya yakin anak memiliki daya ingat yang kuat. Pada satu referensi tentang kehamilan saya pernah membaca, jika ingatan anak dimulai saat di janin. Sejak dalam janin, si jabang bayi sudah mampu mengingat dan merespon suara ayahnya atau suara yang sering didengar. Jadi tidak heran, anak kita punya ingatan hebat.

Dan sebab inilah, jangan pernah menakuti-nakuti seorang anak pada satu hal. Bukan pula kita membiarkan ia melakukan segalanya. Ayah bunda atau orang di dekatnya yang juga wajib menemani. Mengenal hewan tentunya bagian dari cara anak belajar tentang alam. Kalau si nenek, pada contoh diatas, cuma bisa menakut-nakuti mana bisa cucunya belajar. Kalau suatu hewan berbahaya, awasi dan beri penjelasan yang benar. Kalau hanya melarang tanpa memberi penjelasan, anak akan tetap penasaran. Baiknya memang, orangtua atau orang disekitarnya mau bermain dengan anak.

Bermain adalah cara anak belajar. Jika dalam belajarnya tidak didukung dan ditemani. Atau malah dilarang-larang atau dicegah dengan alasan absurd. Mana bisa anak belajar? Ingatannya akan selalu menyimpang ucapan orang tua atau orang disekitarnya. Seperti anak tetangga yang takut kucing. Kata ibunya, anaknya takut kucing karena bapaknya tidak suka kucing. Bapaknya selalu bilang kucing itu nakal. Secara tidak langsung bapaknya akhirnya sudah men-strereotipe semua kucing itu nakal. Sampai sekarang si anak takut jika lihat kucing yang saya punya. Bahkan, si anak kadang saya lihat menendang atau memukul kucing saya yang sedang tidur-tiduran.

2. Hindari alasan atau penjelasan absurd

Ini juga selalu saya ingat. Hindari alasan yang absurd saat menjelaskan sesuatu. Jika serangga berbahaya, seperti kelabang misalnya saya jelaskan dengan alasan yang jelas dan tidak absurd. Kelabang memang menggigit, namun ia menggigit karena diganggu. Ini jelas, karena tidak ada kelabang yang tiba-tiba datang menggigit kita. Ia akan pilih menghindar. Dan anak saya akhirnya faham hal ini. Jika lihat ada kelabang di satu tempat. Ia tidak langsung takut dan menghindar. Atau malah syok atau nangis melihat kelabang. Tapi memanggil saya dan meminta saya menyingkirkannya. Biasanya saya bilang "Kelabang cari makannya di luar ya. Jangan di dalem rumah" kepada anak saya. Walau dengan digiring sapu keluar, si kelabang saya bunuh. Saat putri saya tidak lagi melihat si kelabang.

Pernah saya lihat dan dengar di satu tempat wisata. Ada bapak yang menakut-nakuti putrinya karena dekat-dekat dengan ayam. Saya sempat mendengar bapaknya berucap "Jangan deket-dekat ayamnya. Nanti dipatok" Nah lho, sejak kapan ayam mematuk orang di dekatnya? Yang saya tahu ayam mendekati kita karena menyangka akan diberi makan. Apa kalau tidak diberi makan ayam lantas mematuk kita? Kan tidak. Jatuhnya, putri si bapak tentunya mengingat alasan absurd si bapak. Jangan dekat-dekat ayam, karena ayam mematuk, titik. Mungkin putri si bapak bisa saja menjadi takut atau phobia akan ayam. Kan kasian juga jika nanti ia tumbuh. Saat teman-temannya tidak takut ayam, ia malah ketakutan. Atau malah phobianya jadi bahan bully teman-temannya karena takut ayam yang jinak.

Dan sebagai seorang ayah, saya pun wajib belajar. Mungkin hal-hal sepele seperti hewan bisa saya jelaskan. Dengan bahasa sederhana dari pengalaman yang saya tahu. Mungkin saja putri saya nanti bertanya hal-hal yang lebih besar dan aneh. Mungkin ia akan bertanya "Kenapa kalau siang langit berwarna biru? Kenapa angin tidak ada rasanya? Kenapa tanah warnanya coklat" Semua hal tentang alamnya. Dan hal-hal yang mungkin muncul ini, saya wajib belajar. Jika mungkin bertanya, mudah-mudahan saya mampu mengingat. Serta menyederhanakan dengan bahasa anak. Bukan malah memberi alasan atau penjelasan absurd. Toh, semua pertanyaan tadi bisa saja dijawab "Emang dari sananya begitu", misalnya. Duuh, bagaimana rasa penasaran anak tidak juga terpuaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun