[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="(ilustrasi: courierpostonline.com)"][/caption]
Angin dingin mulai menyeruak, saat dentang jam kota menunjukkan pukul 12:00 malam. Frans belum juga muncul. Sudah 1 jam aku menunggu di sini. Walau jasadku tertelungkup tak berdaya di pojok gang ini. Dua perampok mendatangiku dan menusukkan pisaunya. Aku tetap menunggu Frans, kekasihku.
- - o - -
"Din, kamu beneran ga tahu kalau pak Bono meninggal kemarin? tanya Hesty memastikan. "Nggak Hes, aku yakin kok kalau yang boncengin aku magrib tadi pak Bono?" ungkap Dinda santai. "Kamu ga ngerasain apa-apa waktu digoncengin Din?" lirih bertanya, Hesty mulai bergidik. "Cuma bau kembang aja Din sepanjang jalan.." Hesty kembali biasa saja menjawab.
- - o - -
Winda hanya tersenyum saat memandangi cermin. Sedang adiknya, Kiara menangis ketakutan di pojok kamar. Winda seolah senang melihat apa yang ada dalam cermin. Sebuah sosok hitam mulai menyeruak dari dalam cermin di tembok kamar. Kiara semakin tergagap dan terisak melihat kejadian yang ada. Winda kakaknya, tiba-tiba menyeringai sesaat setelah sosok hitam keluar dari cermin. Wajahnya pucat pasi, pandangan matanya hitam, dan kulitnya mulai menguning-membiru.
- - o - -
"Tumben kamar pojok ini dingin sekali" tanyaku dalam hati. Biasanya tidak seperti ini saat Kurnia putriku menempati kamar ini. Tidak ber-AC, tapi kamar ini bisa sejuk. Apa mungkin ini hari ke 40 Kurnia putriku meninggal dunia. Ia rindu kamarnya. Kamar yang selalu menjadi tempat favoritnya. Lamat-lamat ku lihat Kurnia berdiri tepat di depan pintu kamar ini. Aku hanya tersenyum bahagia, ia mengunjungi kami di rumah.
- - o - -
"Pan, itu apa yang di jok belakang motor lu" tanya Kadir heran. "Apaan Dir? Gwe dari rumah kaga bawa apa-apa kok?" Topan mulai bingung. "Lho tengok aja. Ada kaen putih blepotan tanah di jok belakang!" seru Kadir. Topan terperanjat seketika. Kemarin malam ia menabrak lari seorang kakek. Si kakek pun terkapar bersimbah darah di tengah jalan. Karena tidak ada orang yang menyaksikan, Topan kabur meninggalkannya sekarat menuju kematian. Dan kain putih serupa kafan bernoda tanah ini, adalah pertanda dari si kakek?
- - o - -
"Ting tong.. ting tong" suara bel rumahku tepat berbunyi menjelang magrib. Seperti biasa, Mamat datang mengantar susu kedelai. Mamat selalu datang tepat menjelang magrib. Ku buka pintu, namun Mamat tidak ada di luar. Hanya dua bungkus susu kedelai tergeletak di luar. Ketika hendak mengambilnya, suamiku datang dengan motornya tergesa. "Mah, Mamat katanya meninggal. Tadi siang pulang sekolah, ia tertabrak mobil!" tersengal, suamiku menerangkan. "Ayo mah, kita layat ke rumahnya?" pintanya tergesa. Aku diam tercekat, dua bungkus susu kedelai di tanganku memenjara pandangku. "Lalu, siapa yang mengantar dua bungkus susu kedelai ini?" fikirku.
Cerita lainnya: #1 |Â #2 |Â #3 |Â #4 |Â #5 |Â #6 |Â #7 |Â #8 |Â #9 |Â #10 |Â #11 |Â #12 |Â #13 |Â #14 |Â #15 |Â #16 |Â #17 |Â #18 |Â #19 | #20
Salam,
Solo, 05 Februari 2015
10:21 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H