Dalam hirarki pengelolaan sampah, WtE termasuk recovery dan menjadi solusi pengelolaan sampah yang lebih baik dibandingkan disposal atau penimbunan di tempat pembuangan akhir.
Penimbunan menjadi opsi terakhir dalam pengelolaan sampah karena memiliki dampak negatif, khususnya terhadap kesehatan.Â
Kita tentu merasakan sendiri misalkan di rumah ada sampah menumpuk di rumah, bau tidak sedap akan datang dan berujung membawa penyakit.
Namun, di kawasan Asia (termasuk Indonesia), disposal ini justru menjadi pengelolaan sampah yang favorit.
Data tersebut menunjukkan bahwa kawasan Asia (West Asia dan Asia Pacific) masih 50 persen pengelolaan sampahnya dilakukan dengan cara disposal atau penimbunan. Ini berbanding terbalik dengan, proporsi WtE (incineration with energy recovery) yang masih sangat minim.
Sama halnya di Indonesia, menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2017, pengelolaan sampah Indonesia sebesar 69% sampah dikirim ke tempat pembuangan/pemrosesan akhir atau TPA.
Inilah yang membuat salah satu TPA untuk kota metropolitan, Bantar Gebang, digadang-gadang akan mengalami overload karena menjadi satu-satunya tempat pembuangan akhir dan adanya peningkatan jumlah sampah di provinsi DKI Jakarta.
Terlihat dari data di atas, tampak bahwa sampah DKI dari tiap wilayah, baik Jakarta Utara hingga Pusat akan mengalami kenaikan volume sampah setiap tahunnya.Â
Apabila terus-menerus volume ini ditampung di Bantar Gebang, semakin dekat masa purnanya sebagai tempat pembuangan akhir. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi yang mampu mengurangi beban TPA, salah satunya dengan WtE ini.